Wayang dan Perangkatnya
1.
Pengertian Wayang
Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa (Wawan:2007:3). Kata
`wayang’ diduga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya bayangan
(Rif’an:2010:7). Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang
Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang
memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan
gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu
pergelaran wayang diiringi seperangkat gamelan sederhana dan penyimping juga
pesinden.
Pak Edi kang
minangkani dhalang, ngandharake wayang yaitu wayah
untuk Yang. Wayah yang dimaksud adalah cucu atau penerus untuk Yang yaitu Allah
SWT. Fungsinya wayang di masyarakat sebagai conto kehidupan masyarakat.
Biayasanya wayang digunakan dalam acara ruwatan, bersih desa dan lainya yang
ditujukan dengan maksud merawat dan mnjalankan perilaku yang baik. Perlengkapan
wayang dinataranya karawitan, gedebog, sinden, dhalang.
Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia
yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya (Sudjarwo: 2010: 5).
Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni
sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang
terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah,
pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah
kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau
Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau
Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan
adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk
cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk
menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga
menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para
dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu
yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya,
kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan
dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya
budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada
makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat (Sudjarwo:2010:7).
Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
2.
Perangkat Pendukung
Seni memainkan wayang yang biasa
disebut pagelaran, merupakan kombinasi harmonis dari berbagai unsur kesenian.
Pada pagelaran wayang kulit dituntut adanya kerjasama yang harmonis baik unsur
benda mati maupun benda hidup (Wawan:2007:29). Unsur benda mati yang dimaksud
adalah sarana dan alat yang digunakan dalam pagelaran wayang kulit. Sementara
unsur benda hidup (manusia) adalah orang-orang yang berperan penuh dalam
seni pagelaran wayang kulit.
a.
Unsur Benda
Unsur benda yang ada dalam pagelaran
wayang kulit adalah alat-alat yang berupa benda tertentu yang digunakan dalam
pagelaran wayang tersebut. Bahkan terdapat unsur materi yang harus ada (karena
tidak bisa digantikan). Unsur materi yang dimaksud antara lain: wayang yang
terbuat dari kulit lembu, kelir, debog (batang pohon pisang),
seperangkat gamelan, cempala/keprak/ kepyak, kotak wayang, cempala, dan
blencong (Wawan:2007:27). Seperangkat alat tersebut harus ada, karena alat-alat
tersebut tidak bisa digantikan. Akan tetapi pada perkembangan zaman ada
modifikasi atau pengubahan yang bibuat berdasar kebutuhan atau kreatifitas
seniman, namun keberadaan wayang dankelir tidak bisa ditinggalkan.
1)
Wayang kulit
Jawa tentunya
terbuat dari kulit.
Pada umumnya
terbuat dari kulit sapi
namun ada juga yang dibuat dari kulit kambing. Proses pembuatannya pun cukup lama,
mulai dari direndam lalu di gosok terus dipentang supaya tidak kusut kemudian
dibersihkan bulu-bulunya. Baru setelah itu diberi pula untuk kemudian ditatah sesuai
dengan gambar pola, dan terakhrir diwarnai. Jadilah wayang hasil kreasi seni
pahat dan seni lukis. Fungsinya wayang kulit adalah sebagai gambaran wujud
manusia yang hidup di dunia juga diakhirat. Hal ini disesuaikan dengan lakon
cerita tersebut.
2)
Simpingan
Sebuah hiasan dalam pagelaran wayang yang
berada di kanan kiri kelir disebut simpingan. Wayang yang berada di simping
kanan wayang yang memiliki sipat baik namun juga ada beberapa yang memiliki
sipat buruk dan simping kiri atas ada Betari Uma fungsinya sebagai punjernya
wayang atau panutan wayang.
3)
Gamelan
Merupakan seperangkat alat musik
perkusi dan petik serta gesek yang mengiringi pagelaran wayang. Jumlahnya
sangat banyak. Macam gamelan antara lain bonang, gambang, gendang, gong, siter,
kempul, dll. Gamelan dimainkan secara bersama-sama membentuk alunan musik yang
biasa disebut gending. Inilah seni kreasi musik dalam pagelaran wayang. Fungsi
gamelan yaitu untuk mengiringi sukaparisuka melaksanakan pekerjaan. Seperti
mengiringi jalanya cerita dan tabuh gamelan juga sindhen.
4)
Kelir
Merupakan layar lebar
yang digunakan pada pertunjukan wayang kulit. Fungsinya adalah sebagai jagad wayang dalam pertunjukan. Pada rumah
Joglo, kelir di pasang pada bagian ‘pringgitan’. Bagian ini merupakan
bagian peralihan dari pada ranah publik, pendopo dengan ranah privat, ndalem
atau nggandok. Oleh karena itu penonton wayang kulit yang tergolong
keluarga, pada umumnya nonton di bagian dalam ndalem, yang sering dianggep
nonton mburi kelir. Nonton di belakang kelir ini memang benar-benar wewayangan’, atau
bayang-bayang.
5)
Debog
Suatu batang pisang yang digunakan
untuk menancapkan wayang (simpingan). Di simping artinmya dijajar. Baik yang
dimainkan maupun yang dipamerkan (display), digunakan ‘debog’. Fungsinya untuk menancapkan wayang yang di-display
juga ada aturan-aturan tertentu. Mana wayang yang harus ada disebelah kanan
ki dalang, mana pula yang harus berada disebelah kirinya.
6)
Blencong
adalah lampu
minyak (minyak kelapa – lenga klentik) yang khusus digunakan dalam
pertunjukan wayang kulit.
Fungsinya untuk menjadi penerang atau srengenge pada pertunjukan. Design-nya juga khusus, dengan cucuk (paruh)
dimana diujungnya akan menyala api sepanjang malam. Oleh karenanya seorang penyimping
harus mewaspadai pula keadaan sumbu blencong tersebut manakala meredup,
atau bahkan mati sama sekali. Tak boleh pula api itu berkobar terlampau besar. Karena
akan mobat-mabit. Kalaupun lampu penerangan untuk dalang pada masa
sekarang sudah menggunakan listrik, sesungguhnya ada fungsi dasar yang hilang
atau dihilangkan dari penggunaan blencong tersebut. Oleh karena blencong
adalah lampu minyak, maka apinya akan bergoyang manakala ada
gerakan-gerakan wayang, lebih-lebih waktu perang, yang digerakkan oleh ki
dalang. Ada kesan bahwa ayunan api (kumlebeting agni) dari blencong itu
seolah-olah memberikan nafas dan atau menghidupkan wayang itu sendiri. Hal yang
tak terjadi manakala penerangan menggunakan listrik atau tromak (petromax).
Saat ini blencong sudah jarang digunakan. Dianggap kurang praktis dan
merepotkan.
7)
Kotak
Dari kotak
tempat menyimpan wayang ini juga akan dikeluarkan wayang, baik yang akan
ditampilkan maupun yang akan di-simping. Di-simping artinya
dijajar, di-display di kanan dan kiri layar (kelir) yang
ditancapkan di debog (batang pisang). Kotak akan ditaruh dekat dalang,
di sebelah kiri, dan ditenang yang dekat dalang ditempatkan kepyak.
Sedang kepraknya justru bagian dari kotak yang dipukul dengan cempala.
8)
Cempala
merupakan piranti sekaligus ‘senjata’ bagi dalang
untuk memberikan segala perintah, baik kepada wiraniyaga, wiraswara maupun
waranggana.fungsinya sama seperti dhodhog selehe gamelan. Bentuknya
sangat artistik, bagaikan meru. Ia bisa dipukulkan pada kotak, sebagai keprak,
bisa pula ke kepyak, tiga/empat lempengan logam yang digantungkan pada
kotak wayang. Pada saat ke dua tangan dalang sedang memegang wayang – dan ini
yang unik – maka tugas untuk membunyikan keprak maupun kepyak,
dengan tetap menggunakan cempala, dilakukan oleh kaki kanan ki dalang. Cempala
– dengan desain sedemikian rupa itu – akan dijepit di antara ibu jari dan
jari telunjuk berikutnya. Menggunakan cempala memerlukan latihan untuk
memperoleh tingkatan ketrampilan tertentu. Memukul kotak dengan cempala,
Ki Dalang dapat memilih berbagai kemungkinan pembangun suasana dengan dhodhogan,
seperti ada-ada, pathetan, kombangan. Dapat pula sebagai perintah kepada
karawitan untuk mengawali, merubah, sirep, gesang atau menghentikan
gamelan. Juga dapat digunakan untuk memberikan ilustrasi adegan, seperti suara
kaki kuda, suara peperangan dan lain-lain. Artinya, ketika ke dua belah tangan
ki dalang sedang memainkan wayang, maka keprak atau kepyak dapat
juga berbunyi.
Keprak adalah
suara dhodhogan sebagai tanda, disebut sasmita, dengan jenis
tertentu diwujudkan pemukulan pada kotak dengan menggunakan cempala.
Sementara pada kepyak, berupa tiga atau empat lempengan logam
(kuningan/gangsa atau besi) yang digantungkan pada kotak, juga dipukul dengan cempala,
dalam bentuk tanda tertentu, juga sebagai sasmita atau tanda-tanda untuk –
selain mengatur perubahan adegan – merubah, mempercepat, memperlambat, sirep,
menghentikan atau mengganti lagu (gendhing). Terdengar nada yang berbeda
antara kepyak wayang kulit Jogya dan gaya Surakarta.
b.
Unsur Manusia
Dalang, penyimping, penabuh, dan
sinden adalah orang-orang yang berperan penting dalam kelancaran dan
keberhasilan sebuah pagelaran wayang (Rif’an:2010:40). Mereka adalah
orang-orang yang memiliki kemahiran khusus dalam bidangnya masing-masing.
Berkat kemahiran khusus tersebut, terkadang mereka tidak bisa digantikan oleh
sembarang orang.
1)
Dalang
adalah
sutradara, pemain, artis, serta tokoh sentral dari pada suatu pertunjukan
wayang. Tanpa dalang, maka pertunjukan wayang itu tidak ada. Maka dhalang berfungsi sebagai
pencerita lakon wayang yang akan dipertunjukan. Untuk pertunjukan wayang kulit, komunikasi
antara dalang dengan unit pendukung, perlengkapan dan peralatan pertunjukan
wayang merupakan komunikasi yang unik. Melalui segenap indera yang dimilikinya,
ia berkomunikasi dengan kompleksitas orang dan peralatan yang lazim digunakan
dalam suatu pertunjukan wayang.
2)
Pembantu
adalah orang yang membantu dalang
dalam menyiapkan wayang yang di jajar (disimping) pada debog
(simpingan). Tugas pembantu ini
sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan
tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang. Misalnya menyediakan
wayang-wayang yang akan digunakan (play) sesuai urutan adegannya,
menempatkan kotak wayang berikut keprak dan kepyaknya,
menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong,
lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan
lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi (makan minum, rokok)
untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai
salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang.
3)
Panjak
adalah orang yang bertugas memainkan
gamelan. Orang-orang yang bertugas sebagai penabuh gamelan harus mempunyai
kemahiran khusus dalam memainkan lagu (gendhing) sesuai dengan permintaan si
dalang. Permintaan si dalang tentunya tidak verbalistik, namun penabuh gamelan
diharuskan memahami isi cerita/lakon wayang dan gendhing yang dimainkan
hendaknya diselaraskan dengan lakon cerita wayang. Hal inilah menuntut
ketajaman intuisi bagi penabuh gamelan dalam pagelaran wayang, karena dalam
pagelaran wayang tidak disediakan notasi musik dalam memainkan gamelan.
Semuanya menggunakan intuisi seniman.
4)
Waranggana
Adalah beberapa penyanyi atau pesinden yang mengiringi jalanya seni
wayang. Warangga atau pesindenterdiri dari:
a.
Swarawati
Pesinden atau penyanyi wanita sudah
lama dikenal dikalangan seni di pulau Jawa. Namun sebagai seniwati yang
mengiringi pagelaran wayang purwa, mereka baru dikenal sekitar dasawarsa tiga
puluhan abad ini, sehingga mulai masa itu setiap pagelaran wayang purwa ada
pesindennya. Dan dianggap tidak wajar apabila pesindennya tidak ada. Jika para
nayaga dinamakan pradangga, maka para pesinden pun mendapat nama-nama baru
yaitu waranggana, widuwati atau swarawati.
b.
Wiraswara
Wiraswara ialah seorang atau
beberapa orang laki-laki yang mempunyai peran melantunkan syair tertentu untuk
mengisi jalannya alunan gending. Pengertian wiraswar yaitu, wira = perwira
(berani/sakti/ampuh), swara = suara, jadi yang dimaksudkan wairaswara ialah
orang atau beberapa orang yang mempunyai "kesaktian" dalam hal tarik
suara. Dalam pertunjukan wayang posisi wiaraswara biasanya dibelakang atau
sejajar dengan swarawati.
DAFTAR PUSTAKA
Rif’an, Ali. 2010. Buku Pintar Wayang. Jogjakarta:
Grahailmu
S. Edi, 2013. Wawanrembug ngengingi Wayang. Blitar: 16
Nopember 2013
Sari. 2013.
Wawanrembug ngenani Wayang. Blitar: 30 Nopember 2013
Sudjarwo, Heru S.. Sumari dan Wiyono,
Untung. 2010. Rupa dan Karakter Wayang
Purwa. Jakarta: Kakilangit Kenari
Wawan, Susetya.
2007. Dhalang, Wayang dan Gamelan.
Jakarta: Kvarasi
0 comments:
Post a Comment