Tuesday 13 February 2018

Aswatama Putra Durna

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:18 | No comments
Aswatama Nglandhak


Perang Bharata Yudha telah usai, Resiwara Bisma telah moksha ke alam kadewatan sesuai dengan waktu yang diinginkannya, setelah kematian Prabu Duryudana sebagai penutup Perang Bharatayudha. Resiwara Bisma dalam perjalanannya menuju surga bertemu dengan Dewi Amba, kekasih pujaannya di dunia. Ia kelihatan bahagia. Hal itu tidak terjadi kalau ia masih hidup. Karena di dunia ia seorang Brahmacari. Kurawa pun sudah habis, semua sudah gugur di medan perang Kurusetra. Demikian pula Pandawa juga telah kehilangan banyak sanak saudaranya.
Dewi Drupadi, juga mengalami hal yang serupa, ia telah kehilangan ayahnya, Prabu Drupada. Keluarga Wirata, telah kehilangan Prabu Matswapati, Raden Seta, Raden Utara dan Raden Wratsangka dalam Perang Bharatayudha. Terlebih lagi Pandawa disamping telah kehilangan sanak saudaranya, ia juga kehilangan saudara-saudaranya Para Kurawa. Eyangnya, Gurunya, sahabat serta kerabatnya. Namun yang menjadikan Keluarga Pandawa mempunyai semangat hidup mereka masihmemiliki ibu Kunti dan Eyang Abiyasa.
Dengan kemenangan Pandawa, maka Pandawa beserta seluruh keluarga yang tersisa memasuki Istana Astina. Kedatangan Para Pandawa disambut oleh Dewi Kunti. Dewi Kunti terharu, karena betapa mahalnya untuk sebuah kemerdekaan Indraprasta, terlalu banyak yang menjadi korbannya. Dewi Kunti juga mengucapkan terima kasihnya pada Kresna yang telah mendampingi Para Pandawa selama Perang Bharatayudha. Kedatangan Pandawa teah diketahui oleh Uwa Prabu Drestarasta dan Uwa Dewi Gendari. Para Pandawa dijemput oleh paman Yama Widura yang merangkulnya penuh keharuan. Dalam Perang Bharatayudha, Paman Yama Widura kehilangan satu orang puteranya, Sang Yuyutsu, yang telah gugur di medan pertempuran Bharatayudha dipihak Pandawa
Ketika mereka sedang berbincang-bincang, datanglah Sanjaya, anak Paman Yama Widura pertama, yang disuruh Uwa nya Prabu Drestarasta, agar Pandawa keistana Kasepuhan , karena Prabu Drestarasta telah menunggu kedatangan para Pandawa. Sementara itu Prabu Sri Batara Kresna merasakan firasat yang buruk. Prabu Kresna membisikkan agar para Pandawa berhati-hati dan waspada dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada, karena ini mengkin perang belum selesai. Pandawa memakluminya. Mereka segera menemui Uwa Prabu Drestarasta.
Prabu Drestarasta sedang duduk serimbit dengan Dewi Gendari. Prabu Drestarasta memeluk satu persatu para Pandawa. Walaupun ia memeluk para Pandawa, namun sebenarnya hatinya merindukan anak-anak kandungnya sendiri, yaitu para Kurawa yang telah tiada. Sekarang giliran Werkudara yang hendak dipeluk Prabu Drestarasta. Werkudara segera mendekati Uwa nya. Namun Prabu Kresna menarik tangan Werkudara, sambil berbisik, tidak perlu mendekati. Biar saja Uwa nya yang datang menjemput. Prabu Drestarasta menangisi kematian para puteranya, para Kurawa, karena tidak satupun yang disisakan hidup oleh Para Pandawa. Sebenarnya Pandawa bisa saja menyisakan Duryudana untuk hidup. Tetapi semuanya sudah terjadi. Prabu Drestarasta akhirnya bediri mendekati Werkudara. Sementara itu Werkudara berdiri dekat sebuah patung raksasa sebesar Werkudara. Werkudara mnghindar ketika Uwa nya mengulurkan kedua tangannya untuk memeluknya. Tetapi yang tersentuh adalah Patung raksasa yang menghalangi Werkudara dan patung pun menjadi hancur lebur. Dari kedua tangan Uwa nya, masih mengeluarkan api yang menyala-nyala.
Semua terjadi karena Uwa nya telah menyalurkan aji Kumbalageni yang sebenarnya ditujukan untuk membunuh Werkudara. Keadaan menjadi hening tidak satupun orang berkata. Prabu Drestarasta menyesal telah membunuh Werkudara. Ia mohon maaf kepada Dewata karena ia tidak mampu menahan nafsu balas dendam pada Pandawa khususnya Werkudara yang telah membunuh Duryudana anak yang paling dicintainya. Andaikata ia mampu, Werkudara akan dihidupkannya kembali. Ia menyesal tak bisa menjaga amanat Pandu adiknya, untuk menjaga keselamatan para Pandawa. Namun Dewi Gendari berkata lain, ia menyesal melihat kegagalan Prabu Drestarasta untuk membunuh Werkudara.
Dewi Gendari bersupata , bahwa Kresna juga akan mengalami penderitaan Bangsa Kuru, karena Kresna adalah yang membunuh seluruh para Kurawa, walaupun tidak dengan tangannya sendiri. Maka bangsa Yadawa juga akan mengalami hal yang sama. Bangsa Yadawa akan mengalami perpecahan, hingga terjadi pertumpahan darah antara bangsa Yadawa sendiri, yang pada akhirnya bangsa Yadawa tertumpas habis dengan sendirinya.
Prabu Kresna terperanjat mendengar supata Dewi Gendari. Keadaan menjadi hening, tidak satupun orang bersuara. Prabu Drestarasta merasa bahagia ketika menegtahui Werkudara masih hidup. Werkudara kemudian merangkul Prabu Drestarsta, Prabu Drestarasta mengharap diantara yang masih hidup jangan ada pertengakaran lagi, jangan ada pembunuhan lagi. Prabu Batara Kresna mohon maaf kepada Prabu Drestarasta dan Ibu Gendari serta siapa saja yang dendam pada Prabu Kresna dan juga atas nama Pandawa, yang didalam Perang Bharatayudha juga memakan korban banyak para putera Pandawa, termasuk juga kehilangan saudara-saudara para Kurawa, maupun Kurawa. Prabu Drestarasta akhirnya merelakan kepergian seluruh para puteranya yaitu para Kurawa.
Para Pandawa kemudian mohon pamit untuk memasuki pakuwon Pandawa. Disanalah para Pandawa beristirahat. Sementara itu Dewi Uttari telah melahirkan seorang anak yang tampan. Arjuna memberi nama Parikesit. Setelah kelahiran Parikesit, Prabu Sri Batara Krena berpesan agar para Pandawa tidak boleh lengah, tetap waspada, dan jagalah bayi Parikesit dari segala yang mengancam. Prabu Kresna berpesan agar bayi ditinggalkan tidak dijaga, dan dibawah kaki Parikesit ditaruh senjata pusaka Pulanggeni yang sudah dilepas dari warangkanya. Setelah banyak berpesan, Prabu Sr Batra Kresna berpamitan kembali ke Dwarawati dalam keadaan darurat. Sampai tengah malam Pandawa masih kuwat untuk berjaga menunggui bayi Parikesit yang tertidur di tempatnya.
Sementara itu, Aswatama yang sudah lama menghilang dari medan perang Kurusetra, yang sejak pengangkatan Prabu Salya menjadi senapati, dimana Aswatama memprotes pengangkatan itu, karena sudah jelas kelihatan curangnya Prabu salya yang menyelamatkan kematian Arjuna dari Karna.
Kini Aswatama telah muncul kembali. Kali ini ia telah menghimpun kekuatan baru, yaitu bergabung dengan Resi Krepa dan Kertawarma. Kertawarma adalah adik dari Prabu Duryudana yang satu-satunya masih hidup. Para Pandawa dan bahkan Prabu Drestarasta tidak menyangka, ternyata masih ada sisa Kurawa yang masih hidup.
Mereka berencana mau memberontak ke Astina, untuk merebut kembali Astina pura ketangan Kurawa. Tetapi mereka tidak ada keberanian. Pertapaan Sokalima walaupun luasnya sama dengan Kerajaan Pancala, namun tidak memiliki prajurit. Mereka memutuskan akan memasuki Istana Astina secara diam-diam, pada malam hari dan akan membunuh orang-orang Pandawa sebanyak-banyaknya.
Sebenarnya Aswatama sudah membuat terowongan di taman Kadilengen, dan sudah tertembus ke Goa. Sekarang Aswatama dengan bekal sebuah oncor sebagai penerang jalan, dan ditemani Kertawara dan Resi Krepa memasuki terowongan. Namun ditengah jalan, mereka terkejut karena ada sebagian tanah yang gugur sehingga menutup jalan masuk ke Goa. Aswatama terpuruk, terlebih lagi ketika api oncor padam, tidak tahu harus bagaimana. Tiba-tiba saja ada cahaya yang menerangi Goa. Ternyata Dewi Wilutama datang menolong.
Dewi Wilitama adalah ibu Aswatama. Dewi Wilutama menerangi Goa dengan sinar kedua telapak tangannya. Pintu Goa yang telah dilalui juga roboh dan menutupi  pintu Goa. Sehingga walaupun mereka pulang juga tidak bisa keluar. Mereka terjebak di dalam Goa, pulang tidak bisa, terus juga tidak bisa.
Dewi Wilutama menanyakan , apakah mereka mau membatalakan niatnya sehingga mau kembali ke jalan semula, atau mau meneruskan kehendaknya. Namun, Aswatama memilih ingin meneruskan perjalannya ke Astina. Dewi Wilutama tidak ingin membantu keinginan Aswatama dan juga tidak mau ikut bertanggung jawab atas perbuatan Aswatama yang akan dilakukan. Dewi Wilutama membuka jalan pintu Goa. Sehingga apabila mereka berniat mau pulang kembali ke Sokalima.
Resi Krepa ganti membujuk Aswatama agar pulang saja kembali ke Sokalima. Akhirnya Resi Krepa meninggalkan mereka semua, kembali ke pertapaannya. Dewi Wilutama sebelum meninggalkan Aswatama meninggalkan pusaka cahaya, yang akan menerangi Goa, dan sampai di taman Kadilengen, maka kembalilah Dewi Wilutama ke kahyangan.
Dalam waktu singkat Aswatama beserta Kertawarma tidak mengikuti kepergian Aswatama yang memasuki Istana Astinapura. Kertawarma menunggu di luar Istana. Ia bersembunyi di luar Istana.
Aswatama membaca mantera agar orang-orang yang ada di dalam Istana Astina tetidur. Sementara itu seluruh penghuniIstana telah tertidur semua. Memasuki kamar pertama, terlihat Pancawala dan Drestajuma sedang tidur dengan nyenyaknya. Tanpa pikir panjang lebar, ditebasnya calon Raja Astina baru, Pancawala dan Pembunuh ayahnya yaitu Drestajumna sehingga terpelantinglah kedua kepalanya.
Dendam masih membara ia membuka kamar yang kedua, terlihat Srikandi tidur tergeletak tak berdaya, ia kelihatan lemah gemulai seperti wanita-wanita biasa lainnya, walaupun dalam perang Bharatayudha ia kelihatan gagah perkasa bagaikan seorang pria jantan dalam mengahadapi musuh-musuhnya. Ia akan segera membunuhnya, tetapi dirasanya percuma saja karena tidak merasakan sakitnya kalu dibunuh. Srikandi tidak akan merasakan kematiannya. Dengan cepat penuh dendam Aswatama menjambak rambut Srikandi. Srikandi terbangun, dan terkejut ada Aswatama masuk kamar dan dirinya sudah dipegang oleh Aswatama. Ia berusaha melawan tapi tak berdaya. Aswatama menjambak Srikandi dan membentur-benturkan kepala Srikandi ke dinding kamar hingga tewas.
Dendam masih membara, ia melihat Dewi Sembadra sedang tertidur pulas, langsung dibunuh sebagai pembayar utang Arjuna, demikian pula Niken Larasati dan Sulastri terbunuh ditangan Aswatama.
Dilihatnya pula Dewi Banowati istri Prabu Duryudana, dengan pandangan sinisnya, menganggap Dewi Banowati adalah seorang wanita murahan dengan mudahnya selingkuh dengan Arjuna. Tanpa ampun lagi Dewi Banowati dbunuhnya.
Aswatama tidak mengetahui posisi dimana Parikesit tidur karena pengaruh senjata Pulanggeni, dan pasti pula di dalam lindungan Dewata. Aswatama melihat pula Dewi Drupadi, namun ketika akan membunuhnya terdengar seperti ada suara tangisan bayi, Aswatama terkejut. Ia mengalihkan niatnya untuk membunuh Drupadi, dan ia akan melihat dengan mata batinnya suatu tempat yang penuh kabut. Aswatama melihat bayi itu. Aswatama memandang benci kepada Parikesit, karena Pancawala sudah terbunuh, maka bayi ini adalah pewaris tahta Astinapura. Segera Aswatama berusaha menikam bayi itu. Tetapi kekuasaan Dewa yang menentukan lain. Tiba-tiba saja keris Pulanggeni yang terletak dibawah kaki jabang bayi, dan keris Pulanggeni terpental dan menembus dad Aswatama. Aswatama pun tewas.
Sementara ada keributan dan suara tangisan mereka yang terhindar dari pembunuhan, seperti Dewi Untari dan Dewi Drupadi. Menjadikan Werkudara dan Arjuna terbangun dari tidurnya. Mereka langsung keluar dari Keputren. Sementara itu Kertawarma bersiap memukul Werkudara, andaikata melewati persembunyiannya, Kertawarma seger memukul Werkudara dengan gadanya dengan keras, namun Werkudara dapat menangkisnya.
Terjadilah perkelahian, antara Werkudara dan Kertawarma. Kepala Kertawarma pun pecah terkena pukulan Gada Rurajpala milik Werkudara. Kertawarma pun tewas. Lagi-lagi Pandawa dirundung duka. Semua istri Arjuna yang berada di istana terbunuh semua, juga Dewi Drupadi kehilangan puteranya Pancawala, Srikandi dan Drestajumna. Arjuna semakin tersayat hatinya melihat jasad Dewi Banowati yang wajahnya dirusak oleh Aswatama.
Seluruh keluarga Pandawa berduka. Prabu Kresna kecewa tidak bisa ikut menjaga ketentraman Istana Astina. Prabu Kresna sediri masih menghadapi pergolakan keluarga Yadawa. Prabu Kresna meminta agar Puntadewa segera menyiapkan pemerintahan Astina. Untuk itu dibutuhkan pengangkatan seorang raja. Setelah mereka berembug bermusyawarah, maka ditunjuklah Parikesit menjadi raja Astina. Mengingat Parikesit masih bayi, maka Puntadewa diminta untuk menjadi wali. Maka diangkatlah Prabu Puntadewa mewakili Parikesit. Dengan gelar Prabu Kalimataya. Uwa Drestarasta merestui pengangkatan Puntadewa menjadi Ratu Wali. Prabu Klaimataya dalam pemerintahannya dibantu oleh Sadewa, Sadewa ditunjuk menjadipatih Kerajaan Astinapura. Sedangkan Nakula menjadi raja di Mandaraka menggantikan Uwa nya, Prabu Salya. Prabu Salya lebih mencintai anak Dewi Madrim adiknya. Lagi pula seluruh anaknya tewas dalam perang Bharatayudha. Sedangkan Sadewa menjadi patih di Istana Astinapura, mendampingi Prabu Parikesit.

Cerita Aswatama nglandak, atau Aswatama Nggangsir atau dikenak juga dengan Parikesit Lahir Nglandak, artinya berperilaku seperti Landak. Jadi maksudnya, Aswatama, Kertawarma dan Resi Krepa bermaksud ke Astinapura dengan cara membuat gangsir dibawah tanah menuju Astinapura.

0 comments:

Total Pageviews

anti block

G.ads