Aswatama Nglandhak
Perang
Bharata Yudha telah usai, Resiwara Bisma telah moksha ke alam kadewatan sesuai
dengan waktu yang diinginkannya, setelah kematian Prabu Duryudana sebagai
penutup Perang Bharatayudha. Resiwara Bisma dalam perjalanannya menuju surga
bertemu dengan Dewi Amba, kekasih pujaannya di dunia. Ia kelihatan bahagia. Hal
itu tidak terjadi kalau ia masih hidup. Karena di dunia ia seorang Brahmacari.
Kurawa pun sudah habis, semua sudah gugur di medan perang Kurusetra. Demikian
pula Pandawa juga telah kehilangan banyak sanak saudaranya.
Dewi
Drupadi, juga mengalami hal yang serupa, ia telah kehilangan ayahnya, Prabu
Drupada. Keluarga Wirata, telah kehilangan Prabu Matswapati, Raden Seta, Raden
Utara dan Raden Wratsangka dalam Perang Bharatayudha. Terlebih lagi Pandawa
disamping telah kehilangan sanak saudaranya, ia juga kehilangan
saudara-saudaranya Para Kurawa. Eyangnya, Gurunya, sahabat serta kerabatnya.
Namun yang menjadikan Keluarga Pandawa mempunyai semangat hidup mereka
masihmemiliki ibu Kunti dan Eyang Abiyasa.
Dengan
kemenangan Pandawa, maka Pandawa beserta seluruh keluarga yang tersisa memasuki
Istana Astina. Kedatangan Para Pandawa disambut oleh Dewi Kunti. Dewi Kunti
terharu, karena betapa mahalnya untuk sebuah kemerdekaan Indraprasta, terlalu
banyak yang menjadi korbannya. Dewi Kunti juga mengucapkan terima kasihnya pada
Kresna yang telah mendampingi Para Pandawa selama Perang Bharatayudha.
Kedatangan Pandawa teah diketahui oleh Uwa Prabu Drestarasta dan Uwa Dewi
Gendari. Para Pandawa dijemput oleh paman Yama Widura yang merangkulnya penuh
keharuan. Dalam Perang Bharatayudha, Paman Yama Widura kehilangan satu orang
puteranya, Sang Yuyutsu, yang telah gugur di medan pertempuran Bharatayudha
dipihak Pandawa
Ketika
mereka sedang berbincang-bincang, datanglah Sanjaya, anak Paman Yama Widura
pertama, yang disuruh Uwa nya Prabu Drestarasta, agar Pandawa keistana
Kasepuhan , karena Prabu Drestarasta telah menunggu kedatangan para Pandawa.
Sementara itu Prabu Sri Batara Kresna merasakan firasat yang buruk. Prabu
Kresna membisikkan agar para Pandawa berhati-hati dan waspada dalam menghadapi
segala kemungkinan yang ada, karena ini mengkin perang belum selesai. Pandawa
memakluminya. Mereka segera menemui Uwa Prabu Drestarasta.
Prabu
Drestarasta sedang duduk serimbit dengan Dewi Gendari. Prabu Drestarasta
memeluk satu persatu para Pandawa. Walaupun ia memeluk para Pandawa, namun
sebenarnya hatinya merindukan anak-anak kandungnya sendiri, yaitu para Kurawa
yang telah tiada. Sekarang giliran Werkudara yang hendak dipeluk Prabu
Drestarasta. Werkudara segera mendekati Uwa nya. Namun Prabu Kresna menarik
tangan Werkudara, sambil berbisik, tidak perlu mendekati. Biar saja Uwa nya
yang datang menjemput. Prabu Drestarasta menangisi kematian para puteranya,
para Kurawa, karena tidak satupun yang disisakan hidup oleh Para Pandawa.
Sebenarnya Pandawa bisa saja menyisakan Duryudana untuk hidup. Tetapi semuanya
sudah terjadi. Prabu Drestarasta akhirnya bediri mendekati Werkudara. Sementara
itu Werkudara berdiri dekat sebuah patung raksasa sebesar Werkudara. Werkudara
mnghindar ketika Uwa nya mengulurkan kedua tangannya untuk memeluknya. Tetapi
yang tersentuh adalah Patung raksasa yang menghalangi Werkudara dan patung pun
menjadi hancur lebur. Dari kedua tangan Uwa nya, masih mengeluarkan api yang
menyala-nyala.
Semua
terjadi karena Uwa nya telah menyalurkan aji Kumbalageni yang sebenarnya
ditujukan untuk membunuh Werkudara. Keadaan menjadi hening tidak satupun orang
berkata. Prabu Drestarasta menyesal telah membunuh Werkudara. Ia mohon maaf
kepada Dewata karena ia tidak mampu menahan nafsu balas dendam pada Pandawa
khususnya Werkudara yang telah membunuh Duryudana anak yang paling dicintainya.
Andaikata ia mampu, Werkudara akan dihidupkannya kembali. Ia menyesal tak bisa
menjaga amanat Pandu adiknya, untuk menjaga keselamatan para Pandawa. Namun
Dewi Gendari berkata lain, ia menyesal melihat kegagalan Prabu Drestarasta
untuk membunuh Werkudara.
Dewi
Gendari bersupata , bahwa Kresna juga akan mengalami penderitaan Bangsa Kuru,
karena Kresna adalah yang membunuh seluruh para Kurawa, walaupun tidak dengan
tangannya sendiri. Maka bangsa Yadawa juga akan mengalami hal yang sama. Bangsa
Yadawa akan mengalami perpecahan, hingga terjadi pertumpahan darah antara
bangsa Yadawa sendiri, yang pada akhirnya bangsa Yadawa tertumpas habis dengan
sendirinya.
Prabu
Kresna terperanjat mendengar supata Dewi Gendari. Keadaan menjadi hening, tidak
satupun orang bersuara. Prabu Drestarasta merasa bahagia ketika menegtahui Werkudara
masih hidup. Werkudara kemudian merangkul Prabu Drestarsta, Prabu Drestarasta
mengharap diantara yang masih hidup jangan ada pertengakaran lagi, jangan ada
pembunuhan lagi. Prabu Batara Kresna mohon maaf kepada Prabu Drestarasta dan
Ibu Gendari serta siapa saja yang dendam pada Prabu Kresna dan juga atas nama
Pandawa, yang didalam Perang Bharatayudha juga memakan korban banyak para
putera Pandawa, termasuk juga kehilangan saudara-saudara para Kurawa, maupun
Kurawa. Prabu Drestarasta akhirnya merelakan kepergian seluruh para puteranya
yaitu para Kurawa.
Para
Pandawa kemudian mohon pamit untuk memasuki pakuwon Pandawa. Disanalah para
Pandawa beristirahat. Sementara itu Dewi Uttari telah melahirkan seorang anak
yang tampan. Arjuna memberi nama Parikesit. Setelah kelahiran Parikesit, Prabu
Sri Batara Krena berpesan agar para Pandawa tidak boleh lengah, tetap waspada,
dan jagalah bayi Parikesit dari segala yang mengancam. Prabu Kresna berpesan
agar bayi ditinggalkan tidak dijaga, dan dibawah kaki Parikesit ditaruh senjata
pusaka Pulanggeni yang sudah dilepas dari warangkanya. Setelah banyak berpesan,
Prabu Sr Batra Kresna berpamitan kembali ke Dwarawati dalam keadaan darurat.
Sampai tengah malam Pandawa masih kuwat untuk berjaga menunggui bayi Parikesit
yang tertidur di tempatnya.
Sementara
itu, Aswatama yang sudah lama menghilang dari medan perang Kurusetra, yang
sejak pengangkatan Prabu Salya menjadi senapati, dimana Aswatama memprotes
pengangkatan itu, karena sudah jelas kelihatan curangnya Prabu salya yang
menyelamatkan kematian Arjuna dari Karna.
Kini
Aswatama telah muncul kembali. Kali ini ia telah menghimpun kekuatan baru,
yaitu bergabung dengan Resi Krepa dan Kertawarma. Kertawarma adalah adik dari Prabu
Duryudana yang satu-satunya masih hidup. Para Pandawa dan bahkan Prabu
Drestarasta tidak menyangka, ternyata masih ada sisa Kurawa yang masih hidup.
Mereka
berencana mau memberontak ke Astina, untuk merebut kembali Astina pura ketangan
Kurawa. Tetapi mereka tidak ada keberanian. Pertapaan Sokalima walaupun luasnya
sama dengan Kerajaan Pancala, namun tidak memiliki prajurit. Mereka memutuskan
akan memasuki Istana Astina secara diam-diam, pada malam hari dan akan membunuh
orang-orang Pandawa sebanyak-banyaknya.
Sebenarnya
Aswatama sudah membuat terowongan di taman Kadilengen, dan sudah tertembus ke
Goa. Sekarang Aswatama dengan bekal sebuah oncor sebagai penerang jalan, dan
ditemani Kertawara dan Resi Krepa memasuki terowongan. Namun ditengah jalan,
mereka terkejut karena ada sebagian tanah yang gugur sehingga menutup jalan
masuk ke Goa. Aswatama terpuruk, terlebih lagi ketika api oncor padam, tidak
tahu harus bagaimana. Tiba-tiba saja ada cahaya yang menerangi Goa. Ternyata
Dewi Wilutama datang menolong.
Dewi
Wilitama adalah ibu Aswatama. Dewi Wilutama menerangi Goa dengan sinar kedua
telapak tangannya. Pintu Goa yang telah dilalui juga roboh dan menutupi pintu Goa. Sehingga walaupun mereka pulang
juga tidak bisa keluar. Mereka terjebak di dalam Goa, pulang tidak bisa, terus
juga tidak bisa.
Dewi
Wilutama menanyakan , apakah mereka mau membatalakan niatnya sehingga mau
kembali ke jalan semula, atau mau meneruskan kehendaknya. Namun, Aswatama
memilih ingin meneruskan perjalannya ke Astina. Dewi Wilutama tidak ingin
membantu keinginan Aswatama dan juga tidak mau ikut bertanggung jawab atas
perbuatan Aswatama yang akan dilakukan. Dewi Wilutama membuka jalan pintu Goa.
Sehingga apabila mereka berniat mau pulang kembali ke Sokalima.
Resi
Krepa ganti membujuk Aswatama agar pulang saja kembali ke Sokalima. Akhirnya
Resi Krepa meninggalkan mereka semua, kembali ke pertapaannya. Dewi Wilutama
sebelum meninggalkan Aswatama meninggalkan pusaka cahaya, yang akan menerangi
Goa, dan sampai di taman Kadilengen, maka kembalilah Dewi Wilutama ke
kahyangan.
Dalam
waktu singkat Aswatama beserta Kertawarma tidak mengikuti kepergian Aswatama
yang memasuki Istana Astinapura. Kertawarma menunggu di luar Istana. Ia
bersembunyi di luar Istana.
Aswatama
membaca mantera agar orang-orang yang ada di dalam Istana Astina tetidur. Sementara
itu seluruh penghuniIstana telah tertidur semua. Memasuki kamar pertama,
terlihat Pancawala dan Drestajuma sedang tidur dengan nyenyaknya. Tanpa pikir
panjang lebar, ditebasnya calon Raja Astina baru, Pancawala dan Pembunuh
ayahnya yaitu Drestajumna sehingga terpelantinglah kedua kepalanya.
Dendam
masih membara ia membuka kamar yang kedua, terlihat Srikandi tidur tergeletak
tak berdaya, ia kelihatan lemah gemulai seperti wanita-wanita biasa lainnya,
walaupun dalam perang Bharatayudha ia kelihatan gagah perkasa bagaikan seorang
pria jantan dalam mengahadapi musuh-musuhnya. Ia akan segera membunuhnya,
tetapi dirasanya percuma saja karena tidak merasakan sakitnya kalu dibunuh.
Srikandi tidak akan merasakan kematiannya. Dengan cepat penuh dendam Aswatama menjambak
rambut Srikandi. Srikandi terbangun, dan terkejut ada Aswatama masuk kamar dan
dirinya sudah dipegang oleh Aswatama. Ia berusaha melawan tapi tak berdaya.
Aswatama menjambak Srikandi dan membentur-benturkan kepala Srikandi ke dinding
kamar hingga tewas.
Dendam
masih membara, ia melihat Dewi Sembadra sedang tertidur pulas, langsung dibunuh
sebagai pembayar utang Arjuna, demikian pula Niken Larasati dan Sulastri
terbunuh ditangan Aswatama.
Dilihatnya
pula Dewi Banowati istri Prabu Duryudana, dengan pandangan sinisnya, menganggap
Dewi Banowati adalah seorang wanita murahan dengan mudahnya selingkuh dengan
Arjuna. Tanpa ampun lagi Dewi Banowati dbunuhnya.
Aswatama
tidak mengetahui posisi dimana Parikesit tidur karena pengaruh senjata
Pulanggeni, dan pasti pula di dalam lindungan Dewata. Aswatama melihat pula
Dewi Drupadi, namun ketika akan membunuhnya terdengar seperti ada suara
tangisan bayi, Aswatama terkejut. Ia mengalihkan niatnya untuk membunuh
Drupadi, dan ia akan melihat dengan mata batinnya suatu tempat yang penuh
kabut. Aswatama melihat bayi itu. Aswatama memandang benci kepada Parikesit,
karena Pancawala sudah terbunuh, maka bayi ini adalah pewaris tahta Astinapura.
Segera Aswatama berusaha menikam bayi itu. Tetapi kekuasaan Dewa yang menentukan
lain. Tiba-tiba saja keris Pulanggeni yang terletak dibawah kaki jabang bayi,
dan keris Pulanggeni terpental dan menembus dad Aswatama. Aswatama pun tewas.
Sementara
ada keributan dan suara tangisan mereka yang terhindar dari pembunuhan, seperti
Dewi Untari dan Dewi Drupadi. Menjadikan Werkudara dan Arjuna terbangun dari
tidurnya. Mereka langsung keluar dari Keputren. Sementara itu Kertawarma
bersiap memukul Werkudara, andaikata melewati persembunyiannya, Kertawarma
seger memukul Werkudara dengan gadanya dengan keras, namun Werkudara dapat
menangkisnya.
Terjadilah
perkelahian, antara Werkudara dan Kertawarma. Kepala Kertawarma pun pecah
terkena pukulan Gada Rurajpala milik Werkudara. Kertawarma pun tewas. Lagi-lagi
Pandawa dirundung duka. Semua istri Arjuna yang berada di istana terbunuh
semua, juga Dewi Drupadi kehilangan puteranya Pancawala, Srikandi dan
Drestajumna. Arjuna semakin tersayat hatinya melihat jasad Dewi Banowati yang
wajahnya dirusak oleh Aswatama.
Seluruh
keluarga Pandawa berduka. Prabu Kresna kecewa tidak bisa ikut menjaga
ketentraman Istana Astina. Prabu Kresna sediri masih menghadapi pergolakan
keluarga Yadawa. Prabu Kresna meminta agar Puntadewa segera menyiapkan
pemerintahan Astina. Untuk itu dibutuhkan pengangkatan seorang raja. Setelah
mereka berembug bermusyawarah, maka ditunjuklah Parikesit menjadi raja Astina.
Mengingat Parikesit masih bayi, maka Puntadewa diminta untuk menjadi wali. Maka
diangkatlah Prabu Puntadewa mewakili Parikesit. Dengan gelar Prabu Kalimataya.
Uwa Drestarasta merestui pengangkatan Puntadewa menjadi Ratu Wali. Prabu
Klaimataya dalam pemerintahannya dibantu oleh Sadewa, Sadewa ditunjuk
menjadipatih Kerajaan Astinapura. Sedangkan Nakula menjadi raja di Mandaraka
menggantikan Uwa nya, Prabu Salya. Prabu Salya lebih mencintai anak Dewi Madrim
adiknya. Lagi pula seluruh anaknya tewas dalam perang Bharatayudha. Sedangkan
Sadewa menjadi patih di Istana Astinapura, mendampingi Prabu Parikesit.
Cerita
Aswatama nglandak, atau Aswatama Nggangsir atau dikenak juga dengan Parikesit
Lahir Nglandak, artinya berperilaku seperti Landak. Jadi maksudnya, Aswatama,
Kertawarma dan Resi Krepa bermaksud ke Astinapura dengan cara membuat gangsir
dibawah tanah menuju Astinapura.
0 comments:
Post a Comment