GUNUNGAN DAN GENDING
DALAM PEWAYANGAN
A.
Pendahuluan
Wayang Purwa adalah
sebagai pralambang kehidupan manusia di dunia ini, atau wayang purwa adalah
bagian dari macam yang ada, diantaranya wayang gedhog, wayang madya, wayang
klithik purwa, wayang wahyu, wayang wahana dsb.
Wayang Purwa sudah ada
pada beberapa ratus tahun yang lalu dimana wayang timbul pertama kalinya
sebagai upacara menyembah roh nenek moyang. Jadi merupakan upacara khusus yang
dilakukan nenek moyang untuk mengenang arwah para leluhur. Bentuk wayang masih sangat
sederhana, yang dipentingkan bukan bentuk wayang, tetapi bayangan dari wayang
tersebut.
Perkembangan jaman dan
budaya manusia selalu berkembang, bentuk wayang pun ikut berubah. Perkembangan
wayang pesat pada jaman wali, diantaranya Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, dan
yang ikut merubah bentuk wayang sehingga lebih indah bentuknya. Langkah
penyempurnaan agung hanyakrakusuma, jaman kerajaan pajang, kerajaan Surakarta
jaman Paku Buwana banyak sekali penyempurnaan bentuk wayang, sehingga banyak
bentuk yang seperti ini.
Ada bagian wayang yang
sangat penting yaitu Gunungan dan Gendhing. Gunungan atau disebut juga dengan
kayon adalah gambar wayang yang bentuknya mirip sepucuk gunung yang mencuat
tinggi keatas. Sedangkan, gendhing adalah music untuk mengiringi sebuah
pagelaran wayang. Disini akan dijelaskan makna dari Gunungan dan Gendhing pada
sebuah pagelaran wayang purwa.
A.
Penjelasan
Dibawah ini akan
dijelaskan makna dari Gunungan dan Gendhing.
1.
Gunungan
Dinamakan Gunungan
karena bentuknya mirip sepucuk gunung yang mencuat tinggi keatas. Adapun kita
melihat gunungan yaitu pada saat pakeliran belum dimulai, gunungan ditancapkan
tegak lurus ditengah kelir pada batang pisang bagian atas. Gunungan ini dalam
legendanya berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan
ini dan disebut juga kayon. Kata kayon melambangkan semua kehidupan yang
terdapat di dalam jagad raya yang mengalami tiga tingkatan yakni:
Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan,
yang orang mengartikan pohon Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.
Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini
menggambarkan hewan- hewan yang terdapat di tanah Jawa.
Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura
pada kayon, sekarang hanya dalam prolog dalang saja.
Kayon atau gunungan yang biasanya diletakkan di tangah
kadang disamping itu mempunyai beberapa arti, arti dari diletakkannya gunungan
ada 3 yakni:
- Dipergunakan
dalam pembukaan dan penutupan, seperti halnya layar yang dibuka dan
ditutup pada pentas sandiwara.
- Sebagai
tanda untuk pergantian jejeran (adegan/babak).
- Digunakan
untuk menggambarkan pohon, angin, samudera, gunung, guruh, halilintar,
membantu menciptakan efek tertentu (menghilang/berubah bentuk).
Tetapi jika pakeliran sudah dimulai
maka gunungan ditancapkan pada simpingan bagian kanan dan kiri. Gunungan
dilambangkan keadaan dunia dan isinya, sebelum wayang dimainkan gunungan
ditancapkan ditengah-tengah kelir agak cenderung kekanan, yang artinya dunia
ini masih kosong, yang ada hanyalah Pengeran Jati “Pandhapi Suwung”. Gunungan
merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya
melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan
hewan serta hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi
lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu lima waktu yang harus dilakukan oleh
agama adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia
hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT.
ü
Bentuk Umum Kayon
Apabila
di amati secara jelas maka kayon terbagi menjadi dua bentuk. Pembagian
bentuk tersebut adalah setengah bagian atas berbentuk segitiga dan setengah
bagian bawah berbentuk segiemat. Bilangan dua (2) tersebut apabila dihubungkan
dengan lingkungngan maka melambangkan isi dunia (isen-isene donya),
contoh waktu yaitu siang dan malam, jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan, tempat yaitu atas dan bawah, sisi yaitu kanan dan kiri, kelakuan
yaitu baik dan buruk, hukum yaitu benar dan salah, rasa yaitu pahit dan manis,
suasana yaitu senang dan susah, ukuran yaitu berat dan ringan, dan
lain-lainnya.
1)
Bentuk
Segitiga
Bentuk
kayon setengah bagian atas adalah bentuk segitiga yang mempunyai tiga
sisi. Angka tiga melambangkan perjalanan kehidupan, yaitu permulaan,
pertengahan, akhiran (purwa, madya, wasana), yang artinya adalah bahwa,
kehidupan itu dari tidak ada, menjadi ada, dan kembali menjadi tidak ada yang
lebih dikenal dengan istilah sangkan paraning dumadi yaitu lahir, hidup
dan mati. Ucapan dalang pada saat wayang sumbar khususnya dalang Jawatimuran,
akan menyebutkan tiga hal sebagai peringatan terhadap musuh. Tiga hal
peringatan tersebut adalah sebagai berikut “pisan tak sepura, pindho
kalamerta, ping telu rad pengadilan”, yang artinya pada saat 87 bertempur
di meda perang, kekalahan pertama akan di maafkan, kekalahan kedua anjuran
untuk memilih maju atau mundur, kekalahan ketiga berarti mati.
2)
Bentuk
Segiempat
Bentuk
kayon setengah bagian bawah adalah segiempat yang menunjukan arah
kiblat, yaitu utara, selatan, timur, barat. Dalam kehidupan melambangkan nafsu
pada diri manusia, yaitu aluamah, supiah, mutmainah dan amarah (empat
nafsu manusia). Sedangkan bentuk keseluruhan kayon adalah meruncing ke atas,
hal tersebut dapat diartikan bahwa semua kehidupan akhirnya akan menyatu dan
kembali menuju ke Yang Satu, yaitu ke Yang Maha Kuasa.
ü
Fungsi Kayon
Adapun
yang dimaksud fungsi kayon adalah untuk melambangkan dan menggambarkan
berbagai hal yang tidak dapat di wujudkan secara nyata sehingga hanya merupakan
lambang dan gambaran-gambaran saja. Fungsi kayon tersebut di antaranya
adalah sebagai lambang benda mati, contoh batu, tanah, air dan lain-lainnya,
sebagai lambang benda hidup, contoh manusia, binatang, pohon, dan lain-lainnya,
alih adegan atau beralih tempat, contoh dari adegan jejer ke adegan bedholan,
dari adegan paseban njaba ke adegan perang, dan lain-lainnya, alih pathet yang
di bagi menjadi tiga bagian, yaitu pathet Wolu, pathet Sanga, pathet
Serang (pedalangan Jawatimuran), pathet Nem, pathet Sanga, pathet
Manyura (pedalangan Surakarta). Ketiga pathet tersebut melambang
kehidupan manusia di masa kecil atau kanak-kanak, di masa remaja, dan di - masa
tua.
Kegunaan gunungan
dipakai juga buat tanda akan mengganti cerita. Gunungan terdapat pada setiap
pagelaran wayang, misalnya: wayang purwa, wayang gedog, wayang krucil, wayang
golek, wayang suluh, dsb. Jenis kayon atau gunungan terbagi menjadi dua, yaitu:
a.
Kayon
gapuran (Laki-laki)
Gunugnan Gapuran
(Gerbang) sendiri digunakan pada masa pemerintahan Suushunan Pakubuwono 2,
dengan sengkalan ” Gapura lima retuning bumi” 1659 J=1734 M.
Adapun ciri-ciri kayon gapuran adalah
sebagai berikut:
1) Bentuk
ramping
2) Lebih
tinggi dari kayon Blumbungan
3) Bagian
bawah berlukisan gapura
4) Samping
kanan dan kiri dijaga dua raksasa kembar yaitu Cingkarabala dan Balaupata
5) Bagian
belakang berlukisan api merah membara
Gambar
Kayon didalamnya ada:
1) Rumah
atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga
2) Dua
raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng, sebagai
perumpamaan pintu gerbang istana dan dipergunakan pada waktu wayang bermain di
istana.
3) Dua
naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon.
4) Gambar
hutan belantara dengan suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya,
hal tersevut menggambarkan kehidupan di dalam hutan
5) Gambar
macan berhadapan dengan banteng
6) Pohon
besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan, merupakan
kehidupan didalam hutan
7) Dua
kepala makara ditengah pohon
8) Dua
ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon
9) Dua
ekor ayam hutan sedang bertengger diatas pohon
10) Di belakang gunungan ada gambar warna merah,
dibuat perumpamaan api yang mempunyai makna hawa nafsu seseorang yang
berkobar-kobar seperti api.
b.
Kayon
Blumbangan (Perempuan)
Di balik gunungan
Blumbangan ini dapat kita lihat sunggingan yang menggambarkan api sedang
menyala. Ini merupakan candrasengkalan yang berbunyi “geni dadi sucining
jagad” yang mempunyai arti 3441 dan apabila dibalik menjadi 1443 tahun
Saka. Itu diartikan bahwa gunungan tersebut diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada
tahun 1443 Saka= 1521 Masehi pada masa pemarintahan Raden Patah.
Cirri-ciri:
1) Bentuk
gemuk
2) Lebih
pendek dari kayon gapuran
3) Bagian
bawah berlukisan kolam dengan air yang jernih
4) Ditengah
ada gambar ikan berhadap-hadapan ditengah kolam
5) Bagian
belakang berlukisan awan putih
c.
Kesimpulan
dari kedua kayon
Dalam kayon terdapat ukiran-ukiran atau gambar yang
diantaranya :
·
Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga
melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman,
tenteram dan bahagia.
·
Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang
dan tameng. diinterprestasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam
gelap dan terang
·
Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung
kayon.
·
Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar
penuh dengan satwanya.
·
Gambar ilu-ilu Banaspati melambangkan bahwa hidup di dunia
ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan
mengancam keselamatan manusia.
·
Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala
berpaling kekanan.
·
Dua kepala makara ditengah pohon melambangkan manusia dalam kehidupan
sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan.
·
Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon dan dua
ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon, macan berhadapan dengan
banteng.
Menggambarkan tingkah laku manusia.
Kebo = pemalas
Monyet = serakah
Ular = licik
Banteng = lambang roh , anasir tanah
, dengan sifat kekuatan nafsu Aluamah
Harimau
= lambang roh , anasir api dengan sifat kekuatan nafsu amarah,
emosional, pemarah
Naga = lambang Roh , anasir air
dengan sifat kekuatan nafsu sufiah
Burung
Garuda = lambang Roh , anasir udara dengan sifat kekuatan nafsu Muthmainah.
·
Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka,
adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau
pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang
penuh siksaan.
·
Gambar samudra dalam gunungan pada wayang kulit melambangkan
pikiran
·
Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar
karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya.
·
7 anak tangga: berarti tujuan atau PITUtur (pemberitahuan)
bahwa kita semua yang bernama hidup pasti mati ” kullu nasi
dha ikhotul maut “.
·
Gerbang/pintu selo manangkep: pintu alam kubur yang kita
tuju.
·
Pohon hayat: jalan hidup seseorang yang lurus dan mempunyai
4 anak cabang yang menjadi perlambang nafsu kita dan banyak anak cabangnya.
Sedangkan dari filosofi bentuk adalah : bentuk gunungan
sendiri menyerupai serambi bilik kiri yang ada di dalam tubuh kita, itu mungkin
mempunyai makna kalau kita harus menjaga apapun yang ada di dalam hati kita
hanya kepada sang pencipta. Dan yang lebih hebat lagi adalah dari segi bentuk
yang persisi dengan “mustoko” di atas masjid yang ada banyak di negara kita.
itu perlambang dari sipembuat untuk kita supaya menjaga hati kita secar lurus
(seperti pohon) kepada masjid/agama/tuhan.
Gunungan bisa diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau
sukma, sedang bentuknya yang segitiga mengandung arti bahwa manusia terdiri
dari unsure cipta, rasa dan karsa. Sedangkan lambang gambar segi empat lambing
sedulur papat dari anasir tanah, api , air, udara.
Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang,
menurut kepercayaan hindu, secara makrokosmos gunungan yang sedang
diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan proses bercampurnya benda-benda
untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya. Benda-benda tersebut
dinamakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni: Banu (sinar-udara-setan), Bani
(Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).
Makara yang terdapat dalam pohon Kalpataru dalam gunungan
tersebut berarti Brahma mula, yang bermakna bahwa benih hidup dari Brahma.
Lukisan bunga teratai yang terdapat pada umpak (pondasi tiang) gapura,
mempunyai arti wadah (tempat) kehidupan dari Sang hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan
hidup.
Berkumpulnya Brahma mula dengan Padma mula kemudian menjadi
satu dengan empat unsur, yaitu sarinya api yang dilukiskan sebagai halilintar,
sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah di bawah gapura, dan sarinya air yang
digambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan air berombak. Dari kelima zat
tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang
terdiri dari Bani, Banyu, Bayu, dan Bantala, sedang Banu merupakan zat makanan
utamanya.
2.
Gendhing
Gending Jawa adalah alunan musik atau irama yang
disajikan dalam bahasa Jawa. Gending Jawa bisa berupa
gendinggiro, macapat, karawitan, campusari, maupun uyon-uyon. Ketujuh gendhing
Patalon tersebut tak lain dimaksud simbol dari ketujuh pangkat “Penjelmaan
Dzat” atau ketujuh martabat, yaitu : Pohon dunia, Cahaya (Nur), Cermin,
Wajawa (roh idhafi), Dian (kandil), Permata (dharrah) dan
dinding jalal (penjelmaan alam insan kamil). Di samping itu Patalon
juga merupakan pernyataan karya dari yang menanggap wayang, bahwa
pertunjukan wayang akan segera dimulai. Namun dalang (roh) belum kelihatan atau
menjelma.
Bila gendhing
Patalon sudah selesai, barulah dalang naik panggung, kemudian dia memukul atau
ndhodog kotak lima kali sebagai tanda bahwa jejer atau adegan dimulai
(Sri Mulyono, 1989: 107). Permainan gendhing patalon bertujuan untuk membuat
suasana menjadi khas, spiritual dan magis (Palgunadi, 2002: 139).
Gendhing-gendhing tujuh
macam itu tampaknya disesuaikan dengan keberadaan manusia sebelum lahir.
Keterangannya demikian :
1.
Cucur
bawuk
Nama cucur bawuk bisa
diartikan kemaluan anak kecil yang masih polos, bentuknya seperti “kue
cucur”, sehingga dapat diartikan sebagai kehidupan anak-anak yang masih
polos, dan orisinil. Kata cucur bawuk sebagai sebutan nama gendhing mempunyai
makna tersirat lahirnya seorang bayi dari seorang ibu akibat buah cinta orang
tua. Mengucur melambangkan perjuangan berat dengan taruhan nyawa. Makna
tersebut dapat diinterpretasikan sebagai perjuangan yang harus dilakukan untuk
mendapatkan kebahagiaan ataupun kesuksesan.
Maksud
Cucur adalah makanan yang terbuat dari tepung beras berbentuk bulat
seperti serabi digoreng. Sedangkan bawuk adalah warna coklat keabuabuan,
atau panggilan buat anak perempuan kecil.
2.
Pare anom
Dapat
diartikan buah pare yang masih muda dan segar. Ini menggambarkan masa remaja
yang penuh suka ria
Dan
dapat diartikan sebagai buah pare
anom yaitu buah yang masih muda warnanya hijau kekuning-kuningan atau maya-maya,
warna yang sangat menarik. OrangJawa menyebut dengan istilah edi peni atau
puncak keindahan.
3.
Ladrang
Srikaton
Yang berirama lincah, dinamis dan agung.
Menggambarkan sebagai puncak kehidupan manusia di dunia. Maksud Ladrang
Srikaton gendhing yang berisi dua cengkok, disesuaikan dengan proses
kelahiran manusia terjadi dari dua jenis yang sifatnya berbeda. Manusia memang
harus mencapai cita-cita dengan proses ilmu laku, usaha tekun dan kerja keras.
4.
Suksma
ilang
Memasuki
masa paro ketiga atau yang terakhir adalah masa-masa seorang harus sudah
mendekatkan diri pada Sang Khalik, sebagaimana diisyaratkan dalam gendhing
ketawang Sukma Ilang (sukma melayang) yang bernuansa penuh
kesedihan.
Dan
juga bisa diartikan sebagai Suksma ilang yaitu berkaitan dengan proses
kematian, tetapi tidak diartikan mati. Suksma atau roh yang dikehendaki
oleh Tuhan hilang dari pria bersama air mani yang lepas menuju rahim wanita.
Dalam arti yang lebih luas orang mesti ingat asal usulnya.
5.
Ayak-ayakan
Maksud
ayak-ayakan bisa diartikan alat untuk menyaring tepung yang cara mengerjakan
harus dengan digerak-gerakkan. Ayak-ayakan suatu gendhing yang iramanya
pelan, tiap gatra diakhiri dengan gong suwukan suatu irama yang
nikmat sekali didengar. Kadang-kadang juga menimbulkan suasana yang halus dan
nikmat.
6.
Srempegan
Maksud
srempegan berarti irama ditingkatkan makin kencang. Srempeg berarti
suatu pekerjaan yang dituntut supaya cepat selesai lagunya sebenarnya sama
dengan ayak-ayakan, hanya kencang dan tiap gatra diakhiri kempul pada
tempat tertentu dengan gong suwukan, sebagai tanda henti. Disaat
detik-detik nyawa seseorang meninggalkan tubuhnya, digambarkan dengan gendhing
yang berirama cepat dan menghentak
7.
Sampak
Maksud
sampak adalah sangat cepat dan padat. Sebenarnya lagunya sama dengan srempegan,
tetapi iramanya ditingkatkan menjadi lebih kencang, kempul mengisi tiap
ricikan lainnya sehingga berkesan irama panas. Ini berarti klimaks dari enam gendhing
yang telah dimainkan tadi. Setelah irama puncak secara pelan-pelan sratana
menjadi jinem, tenang, tenteram dan hening. Itulah suasana yang suwung,
sunyaruri, hening dan kontemplatif. Sebagai gambaran sakaratul maut yang
dikomposisikan dengan irama yang begitu cepat dan kendang yang
menghentak=hentak, laksana hentakan sang pencabut nyawa dalam mencabut nyawa.
B. Kesimpulan
Dari andaran diatas dapat disimpulkan bahwa gunungan
dibagi menjadi dua, yaitu kayon Gapuran dan kayon Blumbangan. Gunungan dalam
legendanya berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan
ini dan disebut juga kayon. Dinamakan Gunungan karena bentuknya mirip sepucuk
gunung yang mencuat tinggi keatas.
Sedangkan, Gending
Jawa adalah alunan musik atau irama yang disajikan dalam bahasa Jawa. Gending Jawa bisa berupa
gendinggiro, macapat, karawitan, campusari, maupun uyon-uyon. Ketujuh gendhing
Patalon tersebut tak lain dimaksud simbol dari ketujuh pangkat “Penjelmaan
Dzat” atau ketujuh martabat, yaitu : Pohon dunia, Cahaya (Nur), Cermin,
Wajawa (roh idhafi), Dian (kandil), Permata (dharrah) dan
dinding jalal (penjelmaan alam insan kamil). Di samping itu Patalon
juga merupakan pernyataan karya dari yang menanggap wayang, bahwa
pertunjukan wayang akan segera dimulai
DAFTAR
PUSTAKA
Carita, Dwija. 2001. Ringkasan Pengetahuan Wayang. Sukoharjo
Solo : Cendrawasih.
Endraswara, Suwardi. 2006. Mistik Kejawen: Sinkritisme,
Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi
http://460033.blogspot.com/2011/01/makna-filosofis-gendhing-cucur-bawuk.html
0 comments:
Post a Comment