Tuesday 13 February 2018

Folklor Mojokerto

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:21 | No comments
Folklor Mojokerto

A.      Gambaran Masyarakat Tempat Tumbuhnya Folklor Jawa
       Mojokerto adalah suatuu daerah yang adi luhung dengan kalimat lain yaitu daerah yang masih memperhatikan budaya serta tradisi-tradisi yang dturunkan oleh leluhur. Banyak tradisi-tradisi dan kebudayaan di setiap kecamatan yang ada dalam kabaten Mojokerto terutama berada pada kecamatan Trowulan. Setiap tahun Trowulan selalu mengadakan pagelaran wayang dan kirab lebih tepatnya pada waktu malam-malang menjelang tanggal 10 Sura (bulan Jawa) dan bertempat di Pendapa Agung Trowulan. Bahkan setiap bulan malam Jumat Wage, di pendapa juga mengadakan macapatan yang diikuti oleh orang-orang sekitar Trowulan bahkan pesertanya ada yang dari luar Mojokerto. Memang kecamatan Trowulan salah satu kecamatan yang tampak dalam pelestarian budaya Mojokerto. Tapi, jangan disangka luar kecamatan Trowulan tidak melestarikan budaya dan tradisi yang ada. Kecamatan-kecamatan lain yang berada dalam kawasan Mojokerto juga tetap mempertahankan tradisi-tradisi yang berlaku, seperti halnya pada bulan ruwah. setiap kecamatan mengadakan ruwahan juga disebut bersih desa atau juga ruwat desa. Fungsi dari kegiatan itu untuk menghalau penyakit-penyakit atau halangan yang dating pada desa dan juga membersihkan desa dari perbuatan-perbuatan yang kurang baik dari orang-orang dalam desa.
       Tetapi pada pembahasan kali ini yang akan dijelaskan bagaimana gambaran masyarakat di kecamatan Gondang. Gondang salah satu kecamatan dalam kawasan Mojokerto. Bertempat di sebelah selatan dengan lingkungan yang asri karena disekitar kawasan Gondang adalah pegunungan dan perbukitan. Pendapatan masyarakat di daerah ini (Gondang) kebanyakan adalah petani, pedagang, dan pencari kayu di hutan. Tetapi lambat laun seiring berkembangnya jaman daerah Gondang tepatnya sebelah utara (Gondang Utara) banyak orang-orang yang bekerja sebagai pedagang dan PNS. Meskipun begit nenek moyang dari Gondang adalah petani sehingga dominan pekkerjaan mereka adalah petani.
       Jika dipandang budaya dan tradisi yang berlaku, Kecamatan Gondang juga termasuk daerah yang masih mempertahankan tradisi. Seperti yang dijelaskan diatas. Memasuki bulan Ruwah yaitu salahh satu bulan Jawa Gondang selalu turut mengadakan bersih desa atau sering disebut Ruwahan. Acara yang digelar dengan mengadakan tumpengan, pagelaran Murwakala di siang hari, keudian dilanjutkan campursari pada sore hari, ketika malam pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
       Daerah Gondang memang lumayan agak luas disbanding kecamatan lainnya. Banyak yang bilang anak-anak dari Gondang adalah anak yang ramah, itu menandakan bahwa adat yang berlaku di Gondang adalah keramahan. Didikan orang tua tak luput dari sifat terpuji, kemungkinan daerah pegunungan masih mengutamakan sifat andhap asor teradap orang lain.

B.       Makna dan Fungsi Folklor Jawa yang Berhubungan dengan Kritik Sosial
       Ada beberapa folklore lisan yang berlaku di kawasan ini dengan maksud mengkritik orang-orang yang telah melakukan kesalah, seperti dibawah ini:
       “Gajah ngideg rapah”. Kalimat tersebut adalah ungkapan yang terkadang dikatakan orang-orang kepada orang atas. Maksud  Gajah Ngidag Rapah adalah orang yang membuat aturan sendiri, tetapi dilanggar sendiri. Sehingga masyarakat  jika mengetahui ketuanya dalam arti kepala RT, Dusun, Desa dan pemerintah lainnya, mereka selalu mengatakan kalimat tersebut dengan fungsi mengkritik atasan dengan bahasa yang khas dan supaya atasan mengerti bahwa bawahan atau masyarakat sedang memiliki masalah dengan peraturan tersebut.
       Itu satu unen-unen yang berlaku di masrakat Gondang, adapun parikan yang berbunyi “Lombok abang gak pedes, wis Gerang gak nages”. Parikan tersebut berdialeg Surabaya-Mojokerto. Orang-orang dewasa yang mengetahui seseorang yang bermain dengan anak kecil padahal dirinya sudah dewasa contoh anak SMA bermain dengan anak SD, dengan spontan orang-orang akan berpantun “Lombok abang gak pedes, wis gerang gak nages”. Maksud dari pantun atau  parikan tersebut adalah seseorang yang sudah dewasa tapi masiih berkepribadian anak-anak. Jelas-jelas hal ini tidak patut dikalangan orang Jawa meskipun tidak menyalahi aturan.
       Folklor lain yang memiliki unsur kritik sosila juga berbentuk ­unen-unen,  seperti dibawah ini.
Tumbak cucukan, biasanya frase tersebut digunkan masyarakat Gondang, Mojokerto dalam kalimat seperti ini, “Ooo, dadi wong  kok senengane tumbak cucukan.” Kata-kata tumbak cucukan sebenarnya memiliki maksdu dan makna orang yang suka mengadu domba, memecah belah kerukunan. Sehinga masyarakat menyebut mereka dengan tumbak cucukan. Fungsi dari kata tersebut berlaku untuk mengkritik orang tersebut sehingga dia sadar akan kelakuannya yang tidak benar.
       Ungkapan laing yang hamper mirip dengan diatas terdapat pada ungkapan selanjutnya yang termasuk dalam folklor lisan seperti kata “Nabok nyilih tangan”. Orang yang suka menyakiti orang lain tetapi menggunakan orang lain untuk menyakiti orang tersebut. Seperti halnya menyewa orang untuk menganiyaya orang lain. Kata tesebur selalu muncul jika terdapat orang yang melakukan hal tersebut. Fungsi dari ungpakan seperti itu adalah mengkritik serta mencemooh agar si orang yang bersangkutan sadar atas kelakukannya yang tidak tepat, memang hamper sama dengan kata-kata yang diatas.
       Folklor lisan lain yang ditemukan di daerah Gondang Mojokerto terdapat pada ungkapan berikut, Cathek gawel. Ungkapan seperti ini muncul ketika ada seseorang yang kemudian ikut campur dalam omongan orang lain padahal orang tersebut dari awal tidak ikut dalam pembicaraan. Orang Gondang tidak bisa mentolansi hal tersebut, adat mereka tidak menyukai orang yang tiba-tiba ikut dalam pembicaraan. Maka mereka sering menyebut dalam kalimat “dadi bocah aja seneng nyathrk gawel”. Fungsi dari folklore lisan ini untuk piweling atau menasehati orang-orang bahkan yang terutama anak-anak supaya jangan ikut campur urusan orang lain, mengurus diri sendiri saja belum tentu bisa teratasi.
       Ada juga kritik yang digunakan untuk menasehati para wanita, folklore tersebut berbunyi “wong wedok kudu isok telung M”. Telung M yang dimaksug dalam folklore lisan tersebut ialah masak, macak, manak, yang memiliki makna seorang wanita harus bisa menguasai ketiga hal penting yang tidak lain ialah belajar memasak untuk keseharian keluarga, merias wajah untuk suami yang telah memberikan nafkah keluarga, dan melahirkan. Sebagai wanita yang normal ialah melahirkan ketika sudah waktunya. Fungsi dari folklore ini ialah sebagai nasehat orang tua kepada setiap wanita yang ada didaerah tersebut, bahwasannya wanita memiliki kewajiban itu.

C.      Makna dan Fungsi Folklor Jawa yang Berhubungan dengan Pendidikan
       Untuk folklo yang berhubungan dengan pendidikan ialaha pendidikan sopan santu, yang biasanya orang tua mengatakan kepada anaknya ang tengah duduk diantara pintu yang terbuka, seperti berikut “Aja mangan lungguh tengah lawang”.  Pintu adalah jalan utama untuk memasuki rumah, jadi itu merupakan perlambang penghambat untuk masuknya rejeki ke dalam keluarga. Fungsi dari kalimat tersebut untuk menasehati kepada anak dan memberikan pendidikan perilaku yang baik. Sopan santun merupakan hal yang paling utama di kalangan Gondang.
       Folklor lain yang ditemukan di daerah Gondang, Mojokerto ialah ”Aja mangan brutu marai pikun”. Folklor ini selalu muncul ketika terdapat anak kecil yang hendak memakan brutu bagian belakang lauk ayam. Orang tua selalu mengatakan hal tersebut sehingga sang anak tidak akan memakan lauk tersebut. Makna yang terdapat pada folklore ini sebenarnya bertujuan semoga anak itu ingat bahwa daging yang kenyal itu diberikan kepada orang tua bukan anak. Dalam kata lain semoga anak selalu ingat kepada orang tua. Fungsi yang tersirat dalam kalimat ini sebenarnya tidak jauh dari folklore yang diatas. Bertujuan memberikan nasehat kepada anak, memberikan pendidikan unggah-ungguh, kesopan santunan anak terhadap orang yang lebih dewasa.
       Ada juga folklore yang berkembang sampai sekarang seperti “Yen teka kuburan adus dhisik”. Memiliki makna bahwa pemakaman adalah tempat yang penuh debu, sehingga anak atau orang yang habis dari makam hendaknya mandi terlebih dahulu. Fungsi yang terkandung memiliki peran pendidikan yang berupa nasehat  menganjurkan menjaga kesehatan.
       Folklor yang lain seperti “Aja seneng tukaran mengko dadi bedhes”. Makna dari kalimat ini ialah menjaga persaudaraan itu penting jangan saling bermusuhan. Orang yang sering bertengkar satu sama lain terlihat persis seperti binatang kera, maka dari itu folklore yang berkembang menjadi seperti itu. Fungsi yang ditemukan dalam folklore ini ialah pendidikan moral, kita harus saling menjaga penghormatan. Saling menghargai terhadap sesama.
       Adapun ketika orang sedang menanak nasi folklore lisan juga sering muncul “yen adang aja ditinggal”. Yang berarti kalau sedang menanak nasi jangan pernah ditinggal. Tetapi saat ini folklor jarang digunakan karena kebanyakan keluarga menanak nasi dengan menggunakan rice cooker. Walaupun demikian folklore lisan ini memiliki makna mengajari tentang kesabaran untu menuju keberhasilan. Fungsi yang terdapat pada kalimat ini juga sebagai ajaran yang mengasah ketekunan dan keuletan.

D.      Makna dan Fungsi Folklor Jawa yang Berhubungan dengan Lingkungan
       Adapun juga folklore yang memiliki hubungan dengan lingkungan. Folklore ini digunakan orang-orang terdahulu unutk menjaga lingkungan sekitar agar tetap terjaga keasrianya. Sehingga tetap teduh dan rindang. Folklore pertama yang ditemukan di Gondang ialah “Aja nebang wit pring kuning pinggir kali mengko bisa kowe cilaka”. Folklore ini berkembang untuk menakuti orang-orang agar tidak menebang pohon. Makna lain yang tersirat dalam folklot ini ialah menjaga lingkungan sekitar dan fungsinya ialah agar tidak ada orang-orang yang merusak lingkungan, sehingga tetap tumbuh sedap dipandang.
       Ditemukan juga folklore yang masih berkembang sampai sekarang “Aja nyebak iwak buri kuburan mengko ditekani sing duwe”. Lingkungan sekitar juga termasuk perkembangan hewan air, termasuk ikan dibelakang pemakaman. Maksud dari diparani sing duwe ialah setan penghuni kuburan. Folklore ini memiliki makna agar menjaga komunitas ikan-ikan agar tidak hilang. Fungsi ini memberikan nasehat agar orang menjaga keasrian lingkungan.
       Dirumah juga terdapat folklore yang masih berkembang sampai sekarang yaitu “Yen nyapu omah sing resik mengko bojone brewok”. Folklore ini selalu ada ketika seorang gadis kecil yang menyapu rumah. Seketika juga ibu mengatakan folklore tersebut. Sebenarnya folklore ini memiliki makna agar si gadis menjaga kebersihan rumah, karena kebanyakan dari gadis-gadis takut dengan orang yang memiliki jenggot dan kumis yang tebal. Fungsi dari folklore ini ialah sebagai nasehat untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah.

E.       Kesimpulan
       Folklor-folklor di daerah Gondang masih bisa ditemukan, bahkan masih banyak yang belum terungkap. Setiap folklor-folklor yang ada dan berkembang dimasyarakat memiliki makna dan fungsi tersendiri. Terdapat makna dan fungsi dalam folklor untuk mengkritik orang lain ketika mereka melakukan kesalan, ada juga yang berfungsi untuk menjaga lingkungan agar terlihat tetap asri menjaga dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Bahkan ditemukan juga folklor-folklor lisan yang berfung mendidik orang agar menjadi orang yang lebih baik, diawali dari pendidikan moral, etika, dan juga pengetahuan. Demikian folklore-folklor yang telah ditemukan di daerah Gondang Mojokerto.


Aswatama Putra Durna

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:18 | No comments
Aswatama Nglandhak


Perang Bharata Yudha telah usai, Resiwara Bisma telah moksha ke alam kadewatan sesuai dengan waktu yang diinginkannya, setelah kematian Prabu Duryudana sebagai penutup Perang Bharatayudha. Resiwara Bisma dalam perjalanannya menuju surga bertemu dengan Dewi Amba, kekasih pujaannya di dunia. Ia kelihatan bahagia. Hal itu tidak terjadi kalau ia masih hidup. Karena di dunia ia seorang Brahmacari. Kurawa pun sudah habis, semua sudah gugur di medan perang Kurusetra. Demikian pula Pandawa juga telah kehilangan banyak sanak saudaranya.
Dewi Drupadi, juga mengalami hal yang serupa, ia telah kehilangan ayahnya, Prabu Drupada. Keluarga Wirata, telah kehilangan Prabu Matswapati, Raden Seta, Raden Utara dan Raden Wratsangka dalam Perang Bharatayudha. Terlebih lagi Pandawa disamping telah kehilangan sanak saudaranya, ia juga kehilangan saudara-saudaranya Para Kurawa. Eyangnya, Gurunya, sahabat serta kerabatnya. Namun yang menjadikan Keluarga Pandawa mempunyai semangat hidup mereka masihmemiliki ibu Kunti dan Eyang Abiyasa.
Dengan kemenangan Pandawa, maka Pandawa beserta seluruh keluarga yang tersisa memasuki Istana Astina. Kedatangan Para Pandawa disambut oleh Dewi Kunti. Dewi Kunti terharu, karena betapa mahalnya untuk sebuah kemerdekaan Indraprasta, terlalu banyak yang menjadi korbannya. Dewi Kunti juga mengucapkan terima kasihnya pada Kresna yang telah mendampingi Para Pandawa selama Perang Bharatayudha. Kedatangan Pandawa teah diketahui oleh Uwa Prabu Drestarasta dan Uwa Dewi Gendari. Para Pandawa dijemput oleh paman Yama Widura yang merangkulnya penuh keharuan. Dalam Perang Bharatayudha, Paman Yama Widura kehilangan satu orang puteranya, Sang Yuyutsu, yang telah gugur di medan pertempuran Bharatayudha dipihak Pandawa
Ketika mereka sedang berbincang-bincang, datanglah Sanjaya, anak Paman Yama Widura pertama, yang disuruh Uwa nya Prabu Drestarasta, agar Pandawa keistana Kasepuhan , karena Prabu Drestarasta telah menunggu kedatangan para Pandawa. Sementara itu Prabu Sri Batara Kresna merasakan firasat yang buruk. Prabu Kresna membisikkan agar para Pandawa berhati-hati dan waspada dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada, karena ini mengkin perang belum selesai. Pandawa memakluminya. Mereka segera menemui Uwa Prabu Drestarasta.
Prabu Drestarasta sedang duduk serimbit dengan Dewi Gendari. Prabu Drestarasta memeluk satu persatu para Pandawa. Walaupun ia memeluk para Pandawa, namun sebenarnya hatinya merindukan anak-anak kandungnya sendiri, yaitu para Kurawa yang telah tiada. Sekarang giliran Werkudara yang hendak dipeluk Prabu Drestarasta. Werkudara segera mendekati Uwa nya. Namun Prabu Kresna menarik tangan Werkudara, sambil berbisik, tidak perlu mendekati. Biar saja Uwa nya yang datang menjemput. Prabu Drestarasta menangisi kematian para puteranya, para Kurawa, karena tidak satupun yang disisakan hidup oleh Para Pandawa. Sebenarnya Pandawa bisa saja menyisakan Duryudana untuk hidup. Tetapi semuanya sudah terjadi. Prabu Drestarasta akhirnya bediri mendekati Werkudara. Sementara itu Werkudara berdiri dekat sebuah patung raksasa sebesar Werkudara. Werkudara mnghindar ketika Uwa nya mengulurkan kedua tangannya untuk memeluknya. Tetapi yang tersentuh adalah Patung raksasa yang menghalangi Werkudara dan patung pun menjadi hancur lebur. Dari kedua tangan Uwa nya, masih mengeluarkan api yang menyala-nyala.
Semua terjadi karena Uwa nya telah menyalurkan aji Kumbalageni yang sebenarnya ditujukan untuk membunuh Werkudara. Keadaan menjadi hening tidak satupun orang berkata. Prabu Drestarasta menyesal telah membunuh Werkudara. Ia mohon maaf kepada Dewata karena ia tidak mampu menahan nafsu balas dendam pada Pandawa khususnya Werkudara yang telah membunuh Duryudana anak yang paling dicintainya. Andaikata ia mampu, Werkudara akan dihidupkannya kembali. Ia menyesal tak bisa menjaga amanat Pandu adiknya, untuk menjaga keselamatan para Pandawa. Namun Dewi Gendari berkata lain, ia menyesal melihat kegagalan Prabu Drestarasta untuk membunuh Werkudara.
Dewi Gendari bersupata , bahwa Kresna juga akan mengalami penderitaan Bangsa Kuru, karena Kresna adalah yang membunuh seluruh para Kurawa, walaupun tidak dengan tangannya sendiri. Maka bangsa Yadawa juga akan mengalami hal yang sama. Bangsa Yadawa akan mengalami perpecahan, hingga terjadi pertumpahan darah antara bangsa Yadawa sendiri, yang pada akhirnya bangsa Yadawa tertumpas habis dengan sendirinya.
Prabu Kresna terperanjat mendengar supata Dewi Gendari. Keadaan menjadi hening, tidak satupun orang bersuara. Prabu Drestarasta merasa bahagia ketika menegtahui Werkudara masih hidup. Werkudara kemudian merangkul Prabu Drestarsta, Prabu Drestarasta mengharap diantara yang masih hidup jangan ada pertengakaran lagi, jangan ada pembunuhan lagi. Prabu Batara Kresna mohon maaf kepada Prabu Drestarasta dan Ibu Gendari serta siapa saja yang dendam pada Prabu Kresna dan juga atas nama Pandawa, yang didalam Perang Bharatayudha juga memakan korban banyak para putera Pandawa, termasuk juga kehilangan saudara-saudara para Kurawa, maupun Kurawa. Prabu Drestarasta akhirnya merelakan kepergian seluruh para puteranya yaitu para Kurawa.
Para Pandawa kemudian mohon pamit untuk memasuki pakuwon Pandawa. Disanalah para Pandawa beristirahat. Sementara itu Dewi Uttari telah melahirkan seorang anak yang tampan. Arjuna memberi nama Parikesit. Setelah kelahiran Parikesit, Prabu Sri Batara Krena berpesan agar para Pandawa tidak boleh lengah, tetap waspada, dan jagalah bayi Parikesit dari segala yang mengancam. Prabu Kresna berpesan agar bayi ditinggalkan tidak dijaga, dan dibawah kaki Parikesit ditaruh senjata pusaka Pulanggeni yang sudah dilepas dari warangkanya. Setelah banyak berpesan, Prabu Sr Batra Kresna berpamitan kembali ke Dwarawati dalam keadaan darurat. Sampai tengah malam Pandawa masih kuwat untuk berjaga menunggui bayi Parikesit yang tertidur di tempatnya.
Sementara itu, Aswatama yang sudah lama menghilang dari medan perang Kurusetra, yang sejak pengangkatan Prabu Salya menjadi senapati, dimana Aswatama memprotes pengangkatan itu, karena sudah jelas kelihatan curangnya Prabu salya yang menyelamatkan kematian Arjuna dari Karna.
Kini Aswatama telah muncul kembali. Kali ini ia telah menghimpun kekuatan baru, yaitu bergabung dengan Resi Krepa dan Kertawarma. Kertawarma adalah adik dari Prabu Duryudana yang satu-satunya masih hidup. Para Pandawa dan bahkan Prabu Drestarasta tidak menyangka, ternyata masih ada sisa Kurawa yang masih hidup.
Mereka berencana mau memberontak ke Astina, untuk merebut kembali Astina pura ketangan Kurawa. Tetapi mereka tidak ada keberanian. Pertapaan Sokalima walaupun luasnya sama dengan Kerajaan Pancala, namun tidak memiliki prajurit. Mereka memutuskan akan memasuki Istana Astina secara diam-diam, pada malam hari dan akan membunuh orang-orang Pandawa sebanyak-banyaknya.
Sebenarnya Aswatama sudah membuat terowongan di taman Kadilengen, dan sudah tertembus ke Goa. Sekarang Aswatama dengan bekal sebuah oncor sebagai penerang jalan, dan ditemani Kertawara dan Resi Krepa memasuki terowongan. Namun ditengah jalan, mereka terkejut karena ada sebagian tanah yang gugur sehingga menutup jalan masuk ke Goa. Aswatama terpuruk, terlebih lagi ketika api oncor padam, tidak tahu harus bagaimana. Tiba-tiba saja ada cahaya yang menerangi Goa. Ternyata Dewi Wilutama datang menolong.
Dewi Wilitama adalah ibu Aswatama. Dewi Wilutama menerangi Goa dengan sinar kedua telapak tangannya. Pintu Goa yang telah dilalui juga roboh dan menutupi  pintu Goa. Sehingga walaupun mereka pulang juga tidak bisa keluar. Mereka terjebak di dalam Goa, pulang tidak bisa, terus juga tidak bisa.
Dewi Wilutama menanyakan , apakah mereka mau membatalakan niatnya sehingga mau kembali ke jalan semula, atau mau meneruskan kehendaknya. Namun, Aswatama memilih ingin meneruskan perjalannya ke Astina. Dewi Wilutama tidak ingin membantu keinginan Aswatama dan juga tidak mau ikut bertanggung jawab atas perbuatan Aswatama yang akan dilakukan. Dewi Wilutama membuka jalan pintu Goa. Sehingga apabila mereka berniat mau pulang kembali ke Sokalima.
Resi Krepa ganti membujuk Aswatama agar pulang saja kembali ke Sokalima. Akhirnya Resi Krepa meninggalkan mereka semua, kembali ke pertapaannya. Dewi Wilutama sebelum meninggalkan Aswatama meninggalkan pusaka cahaya, yang akan menerangi Goa, dan sampai di taman Kadilengen, maka kembalilah Dewi Wilutama ke kahyangan.
Dalam waktu singkat Aswatama beserta Kertawarma tidak mengikuti kepergian Aswatama yang memasuki Istana Astinapura. Kertawarma menunggu di luar Istana. Ia bersembunyi di luar Istana.
Aswatama membaca mantera agar orang-orang yang ada di dalam Istana Astina tetidur. Sementara itu seluruh penghuniIstana telah tertidur semua. Memasuki kamar pertama, terlihat Pancawala dan Drestajuma sedang tidur dengan nyenyaknya. Tanpa pikir panjang lebar, ditebasnya calon Raja Astina baru, Pancawala dan Pembunuh ayahnya yaitu Drestajumna sehingga terpelantinglah kedua kepalanya.
Dendam masih membara ia membuka kamar yang kedua, terlihat Srikandi tidur tergeletak tak berdaya, ia kelihatan lemah gemulai seperti wanita-wanita biasa lainnya, walaupun dalam perang Bharatayudha ia kelihatan gagah perkasa bagaikan seorang pria jantan dalam mengahadapi musuh-musuhnya. Ia akan segera membunuhnya, tetapi dirasanya percuma saja karena tidak merasakan sakitnya kalu dibunuh. Srikandi tidak akan merasakan kematiannya. Dengan cepat penuh dendam Aswatama menjambak rambut Srikandi. Srikandi terbangun, dan terkejut ada Aswatama masuk kamar dan dirinya sudah dipegang oleh Aswatama. Ia berusaha melawan tapi tak berdaya. Aswatama menjambak Srikandi dan membentur-benturkan kepala Srikandi ke dinding kamar hingga tewas.
Dendam masih membara, ia melihat Dewi Sembadra sedang tertidur pulas, langsung dibunuh sebagai pembayar utang Arjuna, demikian pula Niken Larasati dan Sulastri terbunuh ditangan Aswatama.
Dilihatnya pula Dewi Banowati istri Prabu Duryudana, dengan pandangan sinisnya, menganggap Dewi Banowati adalah seorang wanita murahan dengan mudahnya selingkuh dengan Arjuna. Tanpa ampun lagi Dewi Banowati dbunuhnya.
Aswatama tidak mengetahui posisi dimana Parikesit tidur karena pengaruh senjata Pulanggeni, dan pasti pula di dalam lindungan Dewata. Aswatama melihat pula Dewi Drupadi, namun ketika akan membunuhnya terdengar seperti ada suara tangisan bayi, Aswatama terkejut. Ia mengalihkan niatnya untuk membunuh Drupadi, dan ia akan melihat dengan mata batinnya suatu tempat yang penuh kabut. Aswatama melihat bayi itu. Aswatama memandang benci kepada Parikesit, karena Pancawala sudah terbunuh, maka bayi ini adalah pewaris tahta Astinapura. Segera Aswatama berusaha menikam bayi itu. Tetapi kekuasaan Dewa yang menentukan lain. Tiba-tiba saja keris Pulanggeni yang terletak dibawah kaki jabang bayi, dan keris Pulanggeni terpental dan menembus dad Aswatama. Aswatama pun tewas.
Sementara ada keributan dan suara tangisan mereka yang terhindar dari pembunuhan, seperti Dewi Untari dan Dewi Drupadi. Menjadikan Werkudara dan Arjuna terbangun dari tidurnya. Mereka langsung keluar dari Keputren. Sementara itu Kertawarma bersiap memukul Werkudara, andaikata melewati persembunyiannya, Kertawarma seger memukul Werkudara dengan gadanya dengan keras, namun Werkudara dapat menangkisnya.
Terjadilah perkelahian, antara Werkudara dan Kertawarma. Kepala Kertawarma pun pecah terkena pukulan Gada Rurajpala milik Werkudara. Kertawarma pun tewas. Lagi-lagi Pandawa dirundung duka. Semua istri Arjuna yang berada di istana terbunuh semua, juga Dewi Drupadi kehilangan puteranya Pancawala, Srikandi dan Drestajumna. Arjuna semakin tersayat hatinya melihat jasad Dewi Banowati yang wajahnya dirusak oleh Aswatama.
Seluruh keluarga Pandawa berduka. Prabu Kresna kecewa tidak bisa ikut menjaga ketentraman Istana Astina. Prabu Kresna sediri masih menghadapi pergolakan keluarga Yadawa. Prabu Kresna meminta agar Puntadewa segera menyiapkan pemerintahan Astina. Untuk itu dibutuhkan pengangkatan seorang raja. Setelah mereka berembug bermusyawarah, maka ditunjuklah Parikesit menjadi raja Astina. Mengingat Parikesit masih bayi, maka Puntadewa diminta untuk menjadi wali. Maka diangkatlah Prabu Puntadewa mewakili Parikesit. Dengan gelar Prabu Kalimataya. Uwa Drestarasta merestui pengangkatan Puntadewa menjadi Ratu Wali. Prabu Klaimataya dalam pemerintahannya dibantu oleh Sadewa, Sadewa ditunjuk menjadipatih Kerajaan Astinapura. Sedangkan Nakula menjadi raja di Mandaraka menggantikan Uwa nya, Prabu Salya. Prabu Salya lebih mencintai anak Dewi Madrim adiknya. Lagi pula seluruh anaknya tewas dalam perang Bharatayudha. Sedangkan Sadewa menjadi patih di Istana Astinapura, mendampingi Prabu Parikesit.

Cerita Aswatama nglandak, atau Aswatama Nggangsir atau dikenak juga dengan Parikesit Lahir Nglandak, artinya berperilaku seperti Landak. Jadi maksudnya, Aswatama, Kertawarma dan Resi Krepa bermaksud ke Astinapura dengan cara membuat gangsir dibawah tanah menuju Astinapura.

Anoman Duta

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:16 | No comments
Anoman Duta


Suatu ketika Prabu Rama menanyakan pada Anoman berapa lama waktu perjalanan yang ditempuh dalam melakukan tugas. Anoman menyangggupi 10 hari. Diperkirakan oleh Anoman, Kerajaan Alengka jauh letaknya, disamping itu ada kemungkinan dalam perjalanan nanti akan menghadapi mata-mata Prabu Dasamuka, yang pasti akan menghambat perjalanan berikutnya. Sedangkan Anggada menyanggupi 7 hari. Kemudian keduanya tawar - menawar. Anoman menyanggupi 5 hari parjalanan menuju Alengka. Anggada tidak mau mengalah, ia menyanggupi 3 hari perjalanan menuju Alengka. Anoman akhirnya menyanggupi 1 hari. Kemudian Prabu Rama menunjuk Anoman untuk berangkat ke Alengka. Perjalanannya menuju Alengka disertai Para Punakawan,Semar,Gareng,Petruk dan Bagong..
Untuk memudahkan perjalanan, para punakawan dimasukkan dalam kancing gelung Anoman. Dari penulis menginginkan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bisa terbang, mengikuti Anoman yang sedang terbang dalam perjalanannya ke Alengka, namun karena tidak lazim, ada Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bisa terbang, maka mereka saya masukkan saja dalam kancing gelung Anoman. Mereka sebenarnya bisa terbang, karena Semar adalah jelmaan Dewa, Gareng dan Petruk adalah gandarwa sedangkan Bagong adalah bayangan Semar.
Pada hari pertama perjalanannya, Anoman pergi ke kahyangan, menemui Batara Surya . Dimintanya Batara Surya mau mengikat matahari supaya tidak bergeser ke Barat. Batara Surya keberatan,dan tidak bisa menyanggupi kemauan Anoman. Anoman memaksa Batara Surya untuk memenuhi permintaannya.Maka terjadilah perkelahian antara keduanya. Semar segera melerai perkelahian mereka. Akhirnya Semar sendiri yang minta agar Batara Surya mau menuruti kehendak Anomann. Akhirnya.Batara Surya memenuhi keinginan Anoman, mengingat Semar adalah Sanghyang Ismaya adalah ayahanda Batara Surya sendiri. Anoman meminta Batara Surya tidak melepaskan matahari sampai Anoman kembali ke Pancawati.. Batara Surya menuruti permintaan Anoman. Batara Surya mengikat matahari yang posisinya masih diatas kepala, sehingga negeri Pancawati akan mengalami siang yang berkepanjangan selama Anoman dalam perjalanan.
Ditengah perjalanan di angkasa menuju Alengka, Anoman kehilangan arah. Anoman sudah berada diatas lautan Hindia. Laut luas membiru. Anoman terkejut merasa ada kekuatan besar yang menyedot tubuhnya, Tiba-tiba saja tubuh Anoman tertarik kebawah dan masuk dalam perut raksasa.Raksasa itu Wil Kataksini, yang bertugas menjaga lautan Alengka. Tubuh Anoman tidak berdaya dan berusaha keluar dari mulut raksasa Wil Kataksini.
Anoman dengan sekuat tenaga menendang-nendang dan mencakar-cakar dalam perut Wil Kataksini. Kataksini merasa dalam perutnya perih dan geli. Anoman yang ada dalam perut itu di muntahkan kembali keluar mulutnya. Setelah itu tubuh Wil Kataksini menjadi limbung, dan roboh, Wil Kataksini tewas.
Sementara itu tubuh Anoman bagaikan dibanting, Anoman jatuh terpelanting di daerah pegunungan. Anoman memperkirakan daerah Suwelagiri, sangat cocok untuk menghimpun pasukan dan menyusun pertahanan Prabu Rama dalam penyerangan ke istana Alengka atau tempat unntuk memata-matai Prajurit Alengka.
Anoman sudah tidak bisa terbang lagi. Ia melanjutkan perjalanan lewat daratan dengan tertatih-tatih. Setelah berjalan begitu lama, Anoman tidak kuat lagi. Ia jatuh pingsan. Semar, Gareng, Petruk dan Bagong, segera keluar dari kancing gelung Anoman. Semar, Gareng, Petruk dan Bagong membawa Anoman ketempat berlindung.
Tidak jauh dari tempat itu, terdapat sebuah goa, yaitu Goa Windu tempat bersemayamnya seorang pertapa wanita bernama Dewi Sayempraba. Dewi Sayempraba adalah mantan istri Prabu Dasamuka. Ia seorang bidadari. Semar, Gareng, Petruk dan Bagong yang memapah Anoman sudah sampai dihadapan Dewi Sayempraba. Dewi Sayempraba segera menyambut kedatangan para tamunya. Setelah beberapa hari dirawat di dalam goa, Anoman sadar dari pingsannya. Ia terkejut ketika mengetahui dirinya berada di dalam istana yang megah, Anoman kagum ternyata di dalam goa terdapat istana yang megah dan indah. Ia pun melihat ada seorang dewi cantik berada dihadapannya. Anoman tertarik kecantikan Dewi Sayempraba. Selama dalam perawatan Dewi Sayempraba, Anoman tidak tahu apa yang dilakukan pada dirinya.
Kelihatannya Anoman terpedaya dengan kecantikan dewi Sayempraba. Anoman dan para punakawan dijamu dengan makanan yang lezat dan minuman yang menyegarkan. Anoman dan para punakawan makan dengan lahapnya.Anoman memang lapar. Sudah lama ia pingsan jadi sudah beberapa hari tidak makan. Selesai makan minum, Anoman berpamitan mau melanjutkan perjalanan menuju Alengka. Dewi Sayempraba menghalangi Anoman, agar tidak meninggalkan Goa Windu. Sayempraba menghendaki agar Anoman bersedia memperistrinya. Anoman menolak ajakan dewi Sayempraba. Kemudian Anoman segera mengajak para punakawan meninggalkan istana Sayempraba.
Sepeninggal Anoman, Dewi Sayempraba gundah gulana. Ia kecewa Anoman tidak menanggapi cintanya. Padahal Dewi Sayempraba sangat mencintainya. Namun Dewi Sayempraba percaya, kalau Anoman akan kembali ke Goa Windu pada suatu saat. Setelah beberapa lama berjalan meninggalkn goa. Tiba-tiba kedua mata Anoman seakan akan melihat seberkas cahaya yang sangat menyilaukan. Kemudian pandangan menjadi gelap, Anoman menjadi buta Anoman menjadi sedih, Ia merasa gagal melaksanakan tugas dari Prabu Rama. Para panakawan memapah Anoman dan mencarikan orang yang dapat mengobati sakitnya.
Anoman kelihatannya masih beruntung, agaknya tangisannya didengar oleh seekor burung garuda, yang bernama Sempati. Sempati mencoba mengobati Anoman. Sebelumnya Burung Sempati memohon dewa agar dapat menyembuhkan mata Anoman. Sempati mengobati kedua mata Anoman dengan meneteskan air liur dari paruhnya. Permohonan burung Sempati kepada dewa, agaknya dikabulkan Dewa, Anoman sembuh. Anoman sudah tidak buta lagi.
Burung Sempati menceriterakan saudaranya, Burung Jatayu, yang tewas ketika melawan Prabu Dasamuka. Burung Jatayu sebenarnya mau menyelamatkan Dewi Sinta yang diculik Prabu Dasamuka. Namun Jatayu gagal membawa Dewi Sinta ke Ayodya, karena Prabu Dasamuka, membabat kedua sayapnya dan lehernya dari belakang, sehinga burung Jatayu jatuh ke bumi.Sedangkan Dewi Sinta dapat direbut kembali oleh Prabu Dasamuka dan dibawa ke negerinya, Alengka. Beberapa saat kemudian, Jatayu pun tewas. Anoman mendengar cerita Burung Sempati menjadi semakin yakin, bahwa yang menculik Dewi Sinta adalah Prabu Dasamuka. Anoman dan para Punakawan mengucapkan terima kasih pada burung Sempati karena telah menyembuhkan Anoman dari kebutaannya. Anoman dan para Punakawan berpamitan kepada burung Sempati, untuk meneruskan perjalanannya ke negeri Alengka Oleh Anoman para Punakawan dimasukkan kembali dalam kancing gelungnya. Kemudian Anoman melesat jauh keangkasa menuju Istana Alengka. Perjalanan Anoman ke istana Alengka dirasa tidak terlalu lama lagi. Setelah beberapa saat kemudian sampailah Anoman ke Istana Alengka.
Indrajid anak Prabu Dasamuka yang sedang berjaga di luar Istana melihat sekelebatan makhluk asing yang berlalu dihadapannya. Indrajid penasaran, ia segera mencari keseluruh penjuru Istana. Anoman sekarang sudah berada di taman Asoka. Ia bersembunyi diatas pohon Nagasari yang rimbun daunnya.
Sementara itu di Kaputren taman Asoka, Prabu Dasamuka merasa kecewa, karena dewi Sinta belum mau diboyong ke dalam Istana. Prabu Dasamuka berniat memaksa dewi Sinta untuk melayani dirinya. Namun niat Prabu Dasamuka dapat diurungkan oleh Dewi Trijatha anak Wibisana, adik Prabu Dasamuka. Prabu Dasamuka meninggalkan taman Asoka dengan kecewa.
Untuk menghilangkan gundah hati Dewi Sinta, Dewi Trijatha mengajak Dewi Sinta ke taman bunga yang letaknya dekat pohon Nagasari, dimana tempat Anoman bersembunyi. Anoman segera meloncat dari pohon. Kedua wanita itu menjadi terkejut, ketika melihat makhluk asing didepannya. Anoman memperkenalkan diri bahwa ia utusan Prabu Rama. Anoman menyampaikan pesan Prabu Rama agar Dewi Sinta bersabar menunggu kedatangan Prabu Rama untuk menjemputnya. Anoman menawarkan jasa, apabila Dewi Sinta menghendaki Anoman akan membawa pulang ketempat Prabu Rama.
Anoman memberikan cincin dari Prabu Rama kepada Dewi Sinta. Dewi Sinta menerima pemberian cincin dari Prabu Rama, dan dipakai dijari manisnya. Namun sayang cincin itu menjadi kebesaran, karena Dewi Sinta menjadi kurus kering, setelah tinggal di Alengka. Dewi Sinta menitipkan sebuah sisir yang sudah lama tak dipakai. Karena sejak di Alengka Dewi Sinta sudah tidak mau menyisir rambut dan merawat dirinya. Kelihatannya badan Dewi Sinta menjadi rusak. Dewi Sinta merasa tersiksa di negeri orang, jauh dari Prabu Rama. Dewi Sinta tidak bersedia dibawa Anoman pulang ke tempat Prabu Rama. Dewi Sinta menginginkan Prabu Rama sendiri yang menjemput pulang.
Belum selesai mereka saling bicara, Indrajid dan pasukannya telah mengepung taman Asoka. Anoman sengaja tidak memberi perlawanan, agar mereka menangkap dirinya. Anoman bermaksud mengukur kekuatan pertahanan Alengka. Indrajid segera membawa Anoman ke tempat Prabu Dasamuka yang sedang mengadakan pertemuan agung, yang dihadiri Patih Prahasta, adik-adik Prabu Dasamuka, seperti Kumbakarna, Sarpakenaka, Wibisana, para putera Prabu Dasamuka serta raja-raja taklukan Kerajaan Alengka.
Setelah Anoman dibawa masuk ke dalam Istana, Indrajid menghadap Ayahandanya dan melaporkan semua kejadian yang baru terjadi. Mendengar itu muka Prabu Dasamuka menjadi merah padam.Prabu Dasamuka marah bukan kepalang.
Oleh Prabu Dasamuka, Indrajid disuruh mengikat Anoman di depan istana, dan dibakar hidup-hidup.Indrajid berangkat melaksanakan tugas. Anoman digelandang keluar istana dan di ikat di tiang depan istana. Anoman melihat beberapa orang perajurit membawa kayu bakar, dan menumpukkannya di sekeliling Anoman berdiri. Indrajid dan para perajuritnya masuk kembali ke istana, dan melaporkan kesiapannya untuk membakar Anoman .
Sewaktu Indrajid dan perajurit-prajuritnya masuk istana, datanglah Togog, seorang Abdi Kerajaan Alengka jelmaan Sanghyang Antaboga mendatangi Anoman. Dibawakannya Anoman sebuah kendi yang berisi air minum yang sejuk dan menyegarkan. Anoman memang sejak tadi merasakan kehausan, karena sejak kedatangannya di negeri Alengka belum minum sama sekali.Anoman segera menerima kendi itu dan meminumnya. Anoman merasakan tubuhnya menjadi segar kembali. Anoman berterima kasih kepada Togog dan berpesan, agar Togog memasang janur kuning diatap rumahnya.
Tiada lama kemudian Indrajid bersama ayahandanya, Prabu Dasamuka beserta para adik dan putera-putera yang lainnya mendekati Anoman. Wibisana, Adik Prabu Dasamuka meminta kakaknya bisa berbuat bijaksana. Dimintanya Prabu Dasamuka melepaskan Anoman dan menyuruhnya pulang ke Negara asalnya.
Prabu Dasamuka tidak memperdulikan permintaan adiknya. Prabu Dasamuka segera menyuruh Indrajid segera membakar Anoman. Dengan sekali sulut saja, terbakarlah seluruh tumpukan kayu disekeliling Anoman. Anoman kelihatan sudah terbakar dan sekarang yang nampak hanyalah nyala api yang membumbung tinggi. Api semakin membesar dan menjilat-jilat sampai setinggi istana.
Setelah ikatan Anoman terlepas, Anoman terbang dengan membawa api yang menyala ditubuhnya. Api tidak membakar Anoman. Anoman melemparkan api-api itu keseluruh bangunan istana. Istana Alengka terbakar. Penghuninya lari pontang-panting.Seluruh bangunan istana habis terbakar.
Untunglah masih ada satu tempat yang tidak terbakar, yaitu sebuah rumah gubug milik Tejamantri Togog. Prabu Dasamuka dan segenap keluarga dan perangkatnya mengungsi kerumah Togog. Selesai membakar istana Alengka, Anoman pun meninggalkan Alengka kembali ke negeri Pancawati.
Anoman sekarang sudah kembali ke Negara Pancawati. Mataharipun mulai bergeser ke barat.Rupanya Bathara Surya telah mengetahui kepulangan Anoman ke Pancawati, sehingga tali pengikat matahari pun dilepas. Anoman kemudian menceriterakan semua kejadian yang dialami, khususnya pertemuan dengan Dewi Sinta.Kepada Rama, Anoman menyerahkan titipan Dewi Sinta berupa sisir yang sudah lama tidak dipakainya. Dewi Sinta tidak akan pergi dari Alengka kalau yang menjemput bukan Prabu Rama sendiri. Sehingga ajakan Anoman untuk memboyong Dewi Sintapun ditolak olehnya. Prabu Rama bersedih hati mendengar laporan Anoman, ia terharu mengetahui Dewi Sinta istrinya selalu setya padanya. Prabu Rama berjanji akan segera menyusul Dewi Sinta ke Alengka, untuk memboyongnya pulang kenegeri Ayodya.

Prabu Rama segera bersiap-siap menggelar perang melawan Prabu Dasamuka.Prabu Dasamuka nantinya hanya ada dua pilihan, memilih dengan cara damai yaitu Prabu Dasamuka mengembalikan Dewi Sinta kepada Prabu Rama, ataukah dengan perang. Untuk membawa pasukan ke negeri Alengka, Prabu Rama merencanakan membuat jembatan atau menambak air laut sehingga di laut ada jalan yang bisa dilewati pasukan Prabu Rama, mulai dari Pantai Pancawati ke daratan Alengka.

Cerita Ibu Dasamuka/ Rahwana

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:12 | No comments
Alap-Alap Sukesi


Lakon ini oleh sebagian dalang disebut Sastrajendra. Prabu Sumali mengumumkan sayembara untuk mencari calon suami putrinya, yaitu Dewi Sukesi. Siapa saja yang berhasil mengalahkan adiknya yang berwujud raksasa yang bernama Jambumangli dan yang dapat menjabarkan  ilmu Sastra Jendra Pangruwating Diyu, akan dapat menjadi suami Dewi Sukesi.
Di Kerajaan Lopakapala, Prabu Danapati ingin menyunting Dewi Sukesi menjadi istrinya. Kamudian ayahnya bersedia melamar Dewi Sukesi untuk dinikahkan dengan anaknya.  Karena itu adalah keinginan anak tercinta maka Begawan Wisrawa  berjanji dan langsung  berangkat ke Alengka untuk mengikuti sayembara.
Namun sebelum melamar Dewi Sukesi, Begawan Wisrawa harus melawan Jambumangli dulu. Karena kesaktian Begawan Wisrawa, maka Jambumangli dapat dikalahkan dengan mudah. Kemudian dia menyanggupi syarat kedua yakni menjabarkan ilmu sastra jindra hayuningrat pangruwating diyu. Karena ilmu yang akan dijabarkan adalah ilmu rahasia, maka Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi harus berada di ruang tertutup.
Akhirnya Begawan Wisrawa pun mengajarkan ilmu Sastra Jendra Pangruwating Diyu. Dewi Sukesi yang merasa sudah mengerti ilmu itu akhirnya mau menerima lamaran Begawan Wisrawa. Namung dia sangat kecewa karena Begawan Wisrawa ternyata melamarkan untuk anaknya. Dewi Sukesi tidak mau melanggar janjinya, karena dia hanya akan mau menerima lamaran dari orang yang mengajarinya ilmu Sastra Jendra Pangruwating Diyu, yaiu Begawan Wisrawa, bukan anaknya.
Karena rayuan dari Dewi Sukesi, Begawan Wisrawa pun akhirnya luluh dan melanggar apa yang dia janjikan kepada Prabu Danapati, anaknya. Dia akhirnya menikah dengan calon menantunya sendiri. Kemudian pada suatu hari Dewi Sukesi pun melahirkan anak dari Begawan Wisrawa. Namun yang lahir bukan berwujud manusia, tapi dumpalan darah yang berwarna merah (abang), hitam (ireng), kuning, dan putih. Kemudian Begawan Wisrawa berdoa kepada Tuhan agar mengubah bentuk gumpalan daging tersebut. Kemudian berubahlah wujud dari keempat gumpalan daging tersebut. Gumpalan pertama berwarna merah (abrit) menjadi bayi laki-laki yang mempunyai gigi taring yang kecil, kemudian diberi nama Rahwana, gumpalan daging kedua yang berwarna hitam dan paling besar berubah menjadi bayi laki-laki yang bertelinga besar yang diberi nama Kumbakarna, gumpalan daging yang ketiga berwarna kuning menjadi bayi perempuan berambut gimbal, dan jempol tangannya berkuku panjang yang diberi nama Sarpa Kenaka, dan gumpalan daging yang terakhir berwarna putih menjadi bayi yang banyak gerak dan diberi nama Gunawan Kuntha Wibisana.

Berita menikahnya Begawan Wisrawa dengan Dewi Sukesi akhirnya sampai ke telinga Prabu Danapati di Lokapala. Hal ini membuatnya geram dan berniat membunuh ayahnya sendiri yang dianggapnya berkhianat dan melanggar perkataannya sendiri. Namun setelah bertemu ayahnya di Alengka dia tidak jadi membunuh ayahnya. Begawan Wisrawa sudah meminta maaf atas kesalahannya dan bersedia dihukum mati oleh Prabu Danapati, namun Prabu Danapati tidak tega dan minta maaf kepada ayahnya karena berniat membunuh ayahnya sendiri. Dia pun merestui hubungan ayahnya dengan Dewi Sukesi. 

Sumantri Ngenger

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:09 | No comments
Sumantri Ngenger


Berawal keinginan Bambang Sumantri untuk mengabdi pada negara, maka Bambang Sumantri menghadap  ayahnya Resi Suwandagni di Pertapaan Ardi Sekar. Begawan Suwandagni merestui puteranya, Bambang Sumantri pergi ke Mahespati. Begawan Suwandagni mantap melepaskan Sumantri putranya. Karena ia telah membekali dengan ilmu pengetahuan, ilmu pemerintahan, juga secara pisik sudah ditempa menjadi seorang perajurit yang dapat diandalkan. Sumantri juga memiliki senjata cakra pemberian dewa.
Keberangkatan Sumantri diketahui oleh adiknya, seorang raksasa bajang. Yang wajahnya menakutkan. Sang Begawan pun telah meminta pada Sumantri agar mengajak adiknya, karena adiknya sedikit banyak bisa membantu Sumantri apabila ada kesulitan yang tak bisa diselesaikan oleh Sumantri. Tetapi Sumantri tidak mau mengajak adiknya, karena menghambat perjalanan.
Sumantri pun pergi, Sukasrana walaupun tidak boleh mengikuti kepergian kakaknya. Tetapi secara diam-diam Sukrasana mengikuti kakaknya walau dari jarak jauh dibelakangnya. Sesampai di istana Mahespati, Prabu Arjunasasrabahu dengan senang hati menerima Sumantri yang ingin mengabdikan diri pada Prabu Arjunasasrabahu, dan negerinya Mahespati. Prabu Arjunasasrabahu, saat ini sedang jatuh hati dengan seorang puteri Magada, Dewi Citrawati putri Prabu Citranggada.  Oleh Prabu Arjunasasrabahu, dimintanya Bambang Sumantri pergi melamar Dewi Citrawati untuk menjadi permaisuri Prabu Arjunasasrabahu.
Bambang Sumantripun berangkat ke Istana Magada. Sementara itu di Magada, keadaannya menjadi sulit karena Para Raja 1000 negara, tidak bergeming untuk mengepung Istana Magada. Hal tersebut terjadi karena tidak ada kepastian dari Prabu Citranggada, untuk menentukan lamaran siapakah yang akan diterima, sehingga  keadaan itu menjadi berlarut larut. Kedatangan Bambang Sumantri menjadikan semangat bagi Prabu Citranggada dan Dewi Citrawati. Dewi Citrawati sangat terpesona dengan Bambang Sumantri, ia kelihatan telah jatuh hati. Dewi Citrawati tidak mengetahui pasti, keberadaan Bambang Sumantri di Magada, apakah atas nama dirinya, atau sekedar duta seorang raja untuk melamar dirinya. Akhirnya diputuskan oleh Prabu Citranggada, bahwa raja raja 1000 negara, yang masih ingin melamar Dewi Citrawati, harus mengikuti sayembara. Siapa saja yang dapat mengalahkan Bambang Sumantri, akan menjadi suami Dewi Citrawati. Sumantri dapat mengalahan raja raja 1000 negara yang mengepung kerajaan Magada. Bambang Sumantri memenangkan sayembara Dewi Citrawati. Bambang Sumantri kembali ke Mahespati dengan diiringi raja raja  negara 1000 negara yang telah ditaklukkan oleh Bambang Sumantri, pada waktu perebutan Dewi Citrawati, antara lain, Patih Kalinggapati, Prabu Candraketu,Prabu Sodha,dan Patih Handaka Sumekar.
Dewi Citrawati tidak mau diserahkan kepada Prabu Arjuna Sasrabahu. Dewi Citrawati bersedia menjadi istri Prabu Arjuna Sasrabahu, asal Prabu Arjuna Sasrabahu  bisa mengalahkan Bambang Sumantri terlebih dahulu. Permintaan Dewi Citrawati dipenuhinya. Arjuna Sasrabahu memberikan pakaian Kerajaan Mahespati untuk Bambang Sumantri. Mereka berpakaian raja raja. Sekarang terlihatllah ada dua orang raja yang sedang mengadu kekuatan. Arjuna Sasrabahu ingin persamaan derajat, antara dirinya dengan Bambang Sumantri, yang hanya seorang dari desa. Kemudian terjadilah pertandingan kekuatan antara keduanya. Bambang Sumantri oleh Arjuna Sasrabahu diberi kesempatan  untuk mengalahkan dirinya terlebih dahulu.
Kemudian ganti  Prabu Arjunasasrabahu menampakkan kekuatannya. Ia berubah menjadi brahala, raksasa sebesar  gunung anakan, menjadikan Bambang Sumantri terkejut. Bambang Sumantri menyerah, menyerah bukan kalah. Namun ia telah menemukan jati diri Prabu Arjuna Sasrabahu. Arjuna Sasrabahu adalah titisan Dewa Wisnu, yang ia cari-cari selama ini. Sejak dahulu Bambang Sumantri menginginkan bisa mengabdi pada keturunan Dewa Wisnu.
Setelah mengetahui kemenangan Prabu Arjuna Sasrabahu, maka    Dewi  Citrawati menagih permintaan yang kedua dan ketiga. Yaitu meminta Puteri Domas yang terdiri dari para bidadari dari Kahyangan sebagai pengiring pengantin, dan taman Sriwedari dari Kayangan Untarasegara. Prabu Arjunasasrabahu sekali lagi meminta kepada Bambang Sumantri untuk dapat melaksanakan permintaan Dewi Citrawati. Bambang Sumantri meninggalkan istana, guna memenuhi permintaan Prabu Arjuna Sasrabahu. Ditengah perjalanan, Bambang Sumantri tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan permintaan Dewi Citrawati. Tiba tiba ia seperti mendengar suara adiknya, Sukasrana. Bambang Sumantri terperanjat melihat Sukasrana mendekatinya. Bambang Sukasrana berjanji, akan membantu kakaknya, Bambang Sumantri. Dimintanya kakaknya pulang saja, kembali ke Mahespati. Bambang Sukasrana segera mencari tempat untuk bersemadi. Tiba tiba Bambang Sukasrana tidak terlihat lagi dari pandangan kakaknya, Bambang Sumantri bergegas pulang ke Istana Mahespati, Sesampai di Istana Mahespati, ternyata bertepatan datangnya Puteri Domas yang terdiri dari 100 orang bidadari, yang wajah dan badannya semua sama, dan turun juga dari angkasa taman Sriwedari dari Untarasegara. Bambang Sumantri merasa lega, karena dengan bantuan adiknya, maka semua permintaan Dewi Citrawati dapat dilaksanakan.
Prabu Arjuna Sasrabahu merasa senang, melihat keberhasilan Bambang Sumantri telah mendapatkan apa yang diinginkan Dewi Citrawati.  Mengingat jasa jasanya, maka Bambang Sumantri diangkat menjadi Patih Kerajaan Mahespati, dengan gelar Patih Suwanda. Pengangkatan Bambang Sumanteri menjadi patih Mahespati di lakukan di balairung Istana Mahespati di hadapan para nayaka, sentana, para manteri dan Bupati. Juga didepan raja raja 1000 negara. Bambang Sumantri merasa tidak mantap dengan pemberian jabatan ini, karena Bambang Sumantri tidak melakukan apa apa. Keberhasilannya karena bantuan adiknya.
Sementara itu di taman, para Istri Arjuna Sasrabahu, melihat sesuatu yang menakutkan. Maka Arjuna Sasrabahu, minta agar Patih Suwanda menyelesaikan masalah ini. Bambang Sumantri, terkejut ketika yang menjadi pokok persoalan, adalah adiknya. Bambang Sukasrana ketiduran di taman Sriwedari, mungkin karena capek setelah memindahkan taman dari Untarasegara  ke Mahespati. Adiknya di bangunkan, disuruhnya pergi dari taman. Namun Bambang Sukasrana, tidak mau berpisah lagi dengan Bambang Sumantri. Bambang Sumantri menakut nakuti adiknya, dengan pura pura akan memanah adiknya. Tetapi anak panah yang diarahkan kepada adiknya, terlepas dan anak panahnya mengenai adiknya. Adiknya, Bambang Sukasrana, langsung tewas. Bambang Sumantri menangisi kematian adiknya. Prabu Arjuna mengetahui persitiwa ini, menyayangkan pada Sumantri, mengapa tidak memberitahukan pada Prabu Arjuna Sasrabahu, kalau yang ditakuti para istrinya, sebenarnya, adik Bambang Sumantri sendiri. Andaikan tahu sebelumnya, Prabu Arjuna Sasrabahu, pasti mengijinkan adik Bambang Sumantri tinggal didalam taman Mahespati. Bambang Sumantri merasa menyesal dan berdosa besar pada adiknya, Bambang Sukasrana. Penyesalan biasanya datang kemudian,   sekarang hanya satu keinginan Sumantri, yaitu mati, agar bisa bersama lagi dengan adiknya, Bambang Sukasrana. Sementara Patih Suwanda sedang berduka dengan meninggalnya adiknya sendiri yang tewas dengan tangannya sendiri. Yang berhari hari tidak bisa melupakan adiknya, Bambang Sukasrana.
Dewi Citrawati selalu   saja minta yang aneh aneh. Sekarang Ia ingin mandi di sebuah telaga Minangkalbu yang airnya bening bersama para selir, dan tentu saja Prabu Arjuna Sasrabahu diminta  menyertainya pula.
Prabu Arjuna Sasra mandi ditelaga beserta para istrinya. Citrawati minta agar air sungai Minangsraya dibendung, supaya menambah air telaga tempat mandi mereka. Dengan kesaktian prabu Arjuna Sasra bahu, tiwikrama menjadi raksasa sebesar gunung anakan. Sungai Minangsaya terbendung, air telaga meluap dan airnya membuat banjir istana Prabu Dasamuka. Prabu Dasamuka mengirim telik sandi ke Mahespati. Ditya Kala Marica berangkat untuk melihat apa yang terjadi. Ditya Kala Marica melihat, bahwa banjir kali ini, bukan banjir karena alam, namun karena ulah Prabu Arjuna Sasrabahu bersama seluruh istrinya. Prabu Dasamuka dengan kekuatan penuh  menyerang Mahespati.
Prabu Dasamuka mndapat perlawanan dari Patih Suwanda. Patih Suwanda terkejut ketika melihat gigi taring Prabu Dasamuka, nampak adiknya, Sukasrana melambaikan tangannya, seolah olah memanggilnya. Patih Suwanda, atau Bambang Sumantri, segera mengundurkan diri dari tempat peperangan.
Sepeninggal Patih Suwanda, peperangan diteruskan para raja raja 1000 negara. Sementara Prabu Dasamuka melawan raja raja 1000 nnegara, Patih Suwanda masuk kedalam sanggar pamujan dengan berpakaian putih putih bagai seorang Brahmana, Sementara Bambang Sumantri sedang berdoa memuja dewa, seluruh Raja raja 1000 negara  mati terbunuh oeh Prabu Dasamuka.. Melihat keadaan itu Patih Suwanda, yang sudah memakai baju putih putih seperti seorang Bramana, terkejut dan segera mengejar Prabu Dasamuka yang sedang mendekati Prabu Arjuna Sasrabahu yang sedang bersenang senang dengan Dewi Citrawati.
Tujuan Prabu Dasamuka ke Mahespati yang semula  karenai banjirnya Alengka tetapi sekarang juga ingin merebut Dewi Citrawati dari tangan Prabu Arjuna Sasrabahu, karena Dewi Citrawati adalah titisan Widawati. Maka terjadiah perkelahian antara pasukan Dasamuka dan Patih Suwanda dengan pasukannya pula. Patih Suwanda tiba tiba melihat wajah Prabu Dasamuka seperti wajah adiknya, Bambang Sukasrana. Sewaktu perkelahian Prabu Dasamuka dan Patih Suwanda masih berlangsung. Karena bayangan adiknya, Sukasrana, menjadikan ia lengah. Dengan mudah Prabu Dasamuka menghantamkan gadaz pusakanya ke kepala Patih Suwanda. Seketika itu juga Patih Suwanda tewas. Sukma Bambang Sumantri bertemu dengan sukma Bambang Sukasrana. Keduanya berjalan seiring bersama menuju ke surga, Prabu Arjuna Sasrabahu marah ketika melihat para senapati, Raja Raja 1000 negara termasuk Bambang Sumantri telah tewas oleh Prabu Dasamuka. Prabu Arjuna Sasrabahu kemudian meringkus Prabu Dasamuka. Namun Prabu Dasamuka tiwikrama menjadi raksasa berkepala sepuluh dan bertangan seratus. Prabu Arjuna Ssrabahu  juga bertiwikrama, menjadi raksasa sebesar gunung anakan, yang  berkepala 500 dan bertangan 1000. Prabu Dasamuka menjadi ketakutan. Namun Prabu Arjuna Sasrabahu telah berhasil menangkapnya. Raksasa raksasa tadi kembali menjadi Prabu Arjuna Sasra dan Prabu Dasamuka kembali.Prabu Arjuna Sasrabahu segera mengikat kedua tangan dan kedua kaki Prabu Dasamauka di belakang kereta perangnya dan menyeretnya keliling  ibukota Maespati.Banyak warga kota menonton tangkapan Prabu Arjuna Sasra bahu, rajanya. Tidak sedikit rakyat Mahespati, menambah penderitaan Prabu Dasamuka, ada yang meludahi, ada yang memukul, ada pula yang menyiram air comberan. Prabu Dasamuka merasa kesakitan yang luar biasa. Ia tidak bisa mati karena memiliki aji Rawerontek pemberian kakak tirinya Prabu Danaraja atau Danapati.
Sementara itu kakek buyut Begawan Pulasta dari Pertapaan Nayaloka telah datang ke Mahespati. Begawan Pulasta adalah kakek buyut Prabu Dasamuka. Maksud kedatangannya, adalah minta pengampunan cucu nya Prabu Dasanuka, dan ia akan membawa kembali ke Pertapaannya. Prabu Arjuna Sasrabahu bersedia  melepaskan Prabu Dasamuka,  asal para sentana, serta para raja raja 1000 negara dan Patih Suwanda serta para perajurit Maespati yang dibunuh Prabu Dasamuka bisa dikembalikan seperti semula, sehingga bisa hidupkan lagi. Kakek buyut akan menghidupkan mereka kembali asalkan kematian mereka belum menjadi ketetapan dewa. Kemudian Begawan Pulasta bersemadi, mohon anugerah dewata. Permohonannya dipenuhi oleh dewa, kecuali Sumantri. Prabu Arjuna Sasra bahu kecewa, karena Bambang Sumantri tidak bisa dihidupkan lagi.
Begawan Pulasta mohon ampun, ia tidak bisa menghidupkan Bambang Sumantri, karena sukma Patih Suwanda telah pergi bersama sukma adiknya, Bambang Sukasrana, Sehingga kematian Patih Suwanda sudah menjadi kehendak Dewata. Begawan Pulasta berjanji, bahwa buyutnya, Prabu Dasamuka, tidak akan berani mempermainkan Prabu Arjuna Sasrabahu lagi.Tidak akan melawan lagi. Prabu Dasamuka menyanggupi, dan minta ampun pada Prabu Arjuna Sasrabahu. Oleh Prabu Arjuna Sasrabahu maka Dasamuka pun dilepas dan diserahkan kepada Begawan Pulasta. Sepeninggal Patih Suwanda, Arjuna Sasrabahu  seperti orang ngengleng. Akhirnya para raja  1000 negara suruh kembali ke istananya masing masing. Sementara itu upaya Prabu Dasamuka menghancurkan Mahespati masih juga dilakukan. Suatu saat Prabu Dasamuka menemui Dewi Citrawati dan para selir, dikatakannya bahwa Prabu Arjuna Sasrabahu telah tewas diperjalanan.
Akhirnya Dewi Citrawati dan para selir Prabu Arjunasasrabahu melakukan belapati. Sedangkan pada akhir cerita Prabu Arjuna Sasrabahu tewas melawan resi Rama Bargawa.Karena Prabu Arjuna Sasrabahu tidak mau memenuhi keinginan Rama Bargawa, untuk membunuhnya. 

Rama Tambak - Prabu Rama Berkelana

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:06 | No comments
Rama Tambak


Rama Wijaya merasa sedih, bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa karena memikirkan kegagalan Anoman membawa Dewi Sinta kembali ke Pancawati. Kemudian datanglah Semar yang menasihatinya agar bisa menata dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum bisa memimpin sebuah Negara. 

Di Negara Ngalengka, Prabu Dasamuka berdiskusi dengan adik-adiknya dan ara senopatinya. Mereka membahas berhasilnya Dasamuka dalam membangun Negara Ngalengka. Namun, kedua adiknya, yaitu gunawan Wibisana dan Kumbakarna menentang pernyataan Dasamuka. Mereka menganggap bahwa Prabu Dasamuka belum bisa membangun negaranya dan juga berbuat salah karena telah menculik Dewi Sinta. Prabu Dasamuka marah dan akhirnya mengusir kedua adiknya. Namun oleh Patih Prahastha dan Sarpakenaka diingatkan bahwa perbuatannya itu salah. Seorang ratu yang hebat sekalipun tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Akhirnya, Dasamuka menyuruh Indrajit untuk mencari pamannya.; akan tetapi Gunawan Wibisana tetap bersikukuh tidak mau kembali karena jika dia kembali maka akan mendukung kejahatan kakaknya. Gunawan Wibisana akhirnya memutuskan untuk pergi ke Pancawati untuk membantu Prabu Ramawijaya.
Sementara itu di Pancawati, Prabu Rama sedang berembug dengan Narpati Sugriwa, Laksmana, Anoman, Anggada, Anila dan para punggawa yang lain. Prabu Rama merencanakan pembuatan tanggul di Samudera Hindia, dari Pancawati  sampai tanah Alengka, untuk membawa pasukan Pancawati sebanyak-banyaknya.
Tidak lama kemudian Prabu Rama kedatangan tamu dari Alengka, yaitu Wibisana. Kedatangan Wibisana dicurigai oleh Sugriwa sebagai mata-mata Ngalengka, tetapi Anoman segera meyakinkan Sugriwa bahwa Wibisana adalah orang baik. Sugriwa tetap saja tidak percaya kepada Wibisana dan akhirnya dengan kebijakan Prabu Rama, Wibisana diizinkan untuk membantu membuat tambak.
Sebagai tanda baktinya kepada Prabu Rama, Wibisana membantu pembuatan jembatan dari Pantai Pancawati sampai ke negeri Alengka.Dalam waktu sekejab Wibisana menciptakan jembatan yang kokoh dan kuat. Anoman kemudian mencoba jembatan yang baru diciptakan Wibisana.
Belum beberapa lama jembatan itu dicoba oleh Anoman dengan aji mondri, jembatan itu ambrol dan hancur.Jembatan ciptaan Wibisana menjadi runtuh.  Disaat seperti ini Wibisana bagai teruji kesetiaannya pada Prabu Rama. Sugriwa meminta agar Wibisana diusir saja dari Pancawati, karena bisa saja niat Wibisana mau menghancurkan Pancawati dari dalam. Akan tetapi Prabu Rama menyatakan bahwa ia tetap percaya pada Wibisana. Prabu Rama percaya pada Wibisana, karena Wibisana pasti mengetahui seluk beluk pertahanan Alengka diraja.
Persoalan selalu runtuhnya bendungan tersebut oleh Prabu Rama diserahkan pada Wibisana. Menurut perkiraan  Wibisana, keruntuhan-keruntuhan yang terjadi pada jembatan tersebut, akibat ulah pasukan Prabu Dasamuka. Ternyata benar yang membuat ulah adalah orang suruhan Prabu Dasamuka yang bernama Janggisrana. Dia menyusup diantara wanara agar tidak diketahui. Semar yang akhirnya mengetahuinya menyerahkannya kehadapan Prabu Rama. Janggisrana mengaku bahwa dia disuruh Dasamuka, jika tidak mau melakukanya akan dibunuh. Dengan kebijkasaan Prabu Rama, Janggisrana dibebaskan dan diberi makanan serta uang.
Akan tetapi kerusuhan tidak hanya berhenti sampai disini. Ada perusak lain yang dikirim oleh Dasamuka, yaitu Yuyu Rumpung, dan Bajul Sengara. Mereka masuk kedalam samudra untuk menghancurkan tambak, tetapi para wanara segera mengetahuinya dan terjadilah peperangan. Akhirnya Yuyu Rumpung dan Bajul Sengara mati.

Sesudah tidak ada lagi gangguan dari pasukan Alengka,  Pasukan Pancawati dan Wibisana, melanjutkan pembuatan tambak, dengan bahu membahu dalam membuat jembatan ke Alengka, maka jadilah tanggul itu dan akhirnya pasukan  kera yang jumlahnya ribuan itu bisa diberangkatkan ke Alengka Diraja. 

Gathotkaca - Gatotkaca

Posted by ilmu dasar kehidupan On 01:01 | No comments
Gathotkaca


Gathotkaca kang kondhang kanthi sebutan “Satriya Pringgondani” lan “Alap-alap Pringgondani” kuwi, nalika isih jabang bayi jenenge Tetuka utawa Tutuka. Gathotkaca kuwi putrane Raden Werkudara (satriya Panengggak Pandhawa) patutan klawan Dewi Arimbi, putrane Prabu Tremboko, ratu buta ing negara Pringgodani. Sekawit Arimbi iku uga wujude buta wadon (raseksi), nanging bareng didandani Dewi Kunthi terus malih dadi kenya sing sulistya. Mula Werkudara iya Bratasena uga banjur gelem ngepek bojo Arimbi.
Bareng wis suwe anggone jejodhoan, Arimbi banjur nggarbini lan sebanjure mbabar putra kakung wujud bayi manungsa setengah buta. Dening ingkang eyang, Abiyasa, jabang bayi Tetuka banjur diparingi “topeng” aran topeng waja kang mapan ana sajrone kulit sajabaning daging. Kanthi topeng waja iku, Gathotkaca malih dadi satriya kang bagus critane. Nuli dening ramane Raden Werkudara kinarya pepenget duk nalika tandhing pupuh klawan Prabu Arimba (kangmase Dewi Arimbi) kang kakarone padha adu kekuatan lan kadigdayan.
Tembung Gathotkaca tegese kumpuling kesantosan. Nalika lair, nganti umur nembelas dina pusere jabang Tetuka ora bisa ditugel nganggo lalandhep wujud apa wae. Nanging wusanane puser mau bisa pugut (tugel) srana wrangkane Senjata Kuntha Wijayadanu (Kunta Druwasa) duweke Raden Suryatmaja iya Adipati Karna nalika isih enom. Lan kaelokane, wrangka Senjata kuntha mau manjing ing pusere Gathotkaca, satemah muwuhi kesantosane Gathotkaca. Sanadyan mengkono, bab iku uga dadi pengapesane Gathotkaca. Mula semanga perang ngadhepi manungsa kang darbe Senjata Kuntha Wijayadanu, Gathotkaca kudu ngati-ati. Sebab yen nganti senjata Kunta diuculake, Gathotkaca mesti mati. Nuhoni unen-unen “Pusaka manjing Wrangka”.
Laire Gathotkaca ngepasi karo dumadine ontran-ontran ing kayangan Jonggringsaloka. Para dewa padha kocar-kacir amarga diamuk dening Prabu Kala Pracona, ratu buta ing negara Ngembatputihan kang arep njaluk bojo widodari. Nanging panjaluk sing ora samesthine iku disuwa dening para Dewa saengga ndadeake paprangan. Para dewa padha keplayu banjur golek “pintasrayan” menyang negara Ngamarta (Amarta) tekan negara Ngamarta bayi Gathotkaca (Jabang Tetuka) kang lagi umur nembelas dina iku banjur diampil Bathara Narada, digawa menyang kahyangan, didadekake jagone para dewa, dimungsuhake Prabu Kala Pracona lan Patihe Apraceka Ditya Kala Sekiputantra sawadyabalane. Sadurunge diajokake ana paprangan bocah sing lagi lair iki banjur dijedhi ana ing Kawah Candradimuka lan para dewa didhawuhi dening Bathara Guru supaya nlorongake gegaman kahyangan kang mawa pamor. Wasana bareng jabang Tetuka metu sak sajrone kawah Candradimuka wus ora wujud bayi maneh, nanging wujud jejaka tumaruna, wus ngagem busana kasatriyan. Ya iki sebabe Gathotkaca banjur disebut satriya babaran kahyangan dening Bathara Guru, Gathotkaca banjur pinaringan pusaka kanggo sipat kandel anggone ngadhepi mungsuh yakuwi kotang antakusuma, caping basunanda, lan tlumpah padhakacerma.
Nalika maju ana paprangan, tandange Gathotkaca cukat trengginas, wusana Prabu Kala Pracona sawadyabalane padha mati kabeh. Sasirnane Prabu Kala Pracona, Gathotkaca banjur dijumenengake nata ana ing kahyangan Tinjomaya saumure jagung kanthi jejuluk Prabu Guruptra.

Ing perang Baratayuda Gathotkaca gugur merga kena panah Kuntha Wijayadanu kagungane Adipati Karna. Panah kang diculke kuwi janjane ora tekan merga Gathotkaca abure wis ana sandhuwure mega sam pitu, ning banjur dicandhak lan disurung dening yitmane Ditya Kala Bendana, bapa-pamane Gathotkaca kang wis tiwas merga ditempiling dening ponakane iku, saengga Gathotkaca gugur ana madyaning paprangan. Kuwadane Gathotkaca kumleyang saka gegana nibani kreta Adipati Karna nganthi ajur sewalang-walang. Prapanganing Baratayuda, Gathotkaca Gugur sumbaga wiratama, karan lakon “Suluhan” amarga dumadine perang ing wayah bengi.

Total Pageviews

anti block

G.ads