Monday 28 March 2016

Makalah Kearifan Lokal

Posted by ilmu dasar kehidupan On 04:50 | No comments


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “KEBUDAYAAN JAWA”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kebudayaan Jawa di Jurusan Pendidikan dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni, UNESA. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Sri Wahyu W. M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Kebudayaan Jawa dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
                                                                                    
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.



Mojokerto, 30 Desember 2013

Wisnu Prasetyo Bekti

DAFTAR ISI



Kata Pengantar .......................................................................................................           01

Daftar Isi ................................................................................................................           02


BAB I   PENDAHULUAN                                                                                                  03


A.      Latar Belakang ..................................................................................           03
B.       Rumusan Masalah .............................................................................           03
C.       Tujuan  ..............................................................................................           03

BAB II  ISI                                                                                                                        04


A.   Pengertian ..........................................................................................          04
B.   Ciri-ciri Kearifan Lokal .....................................................................           04
C.   Kearifan Lokal yang Masih Hidup di Daerah Mojokerto ..................          05


BAB III                                                                                                                           PENUTUP                        11




Daftar Rujukan ........................................................................................................          12







BAB I
PENDAHULUAN

 A.       Latar Belakang
          Wonoploso  merupakan salah satu desa yang ada di daerah Kabupaten Mojokerto bagian selatan tepatnya bersebelahan dengan bukit hijau pesarean, sehingga desa tersebut  terlihat asri dan indah untuk dipandang. Masyarakat memanfaatkan bukit sebagai lahan mata pencaharian tambahan untuk melengkapi keseharian.  Disamping itu Wonoploso kaya akan kearifan lokal seperti kebiasaan menanam aneka koro – Koroan guna penyubur tanah dan sumber pangan berprotein, pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan untuk beberapa keperluan adat, kesehatan, pangan, serta  terdapat upacara-upacaraa, upacara wiwitan sebelum memanen padi, upacara mitonan bagi orang yang sedang hamil, upacara siraman untuk kemanten.
          Berbagai jenis upacara – upacara selalu tidak terlupakan bagi masyarakat, seperti  upacara tingkepan atau mitoni, masyarakat selalu memilih tanggal, hari guna kebaikan bagi cakal bikal sang jabang bayi.  Bukan hanya itu bahkan banyak bahan – bahan yang disediakan dalam presepsi, seperti buah-buahahan, aneka bubur, sepasang ayam, nasi kuning dan yang paling unik dari        bahan – bahan yaitu 2 buah kelapa yang digambari 2 pasang wayang, Kama Jaya dan Kama Ratih.

 B.       Rumusan Masalah
1.       Apa pengertian dan ciri – ciri  kearifan lokal ?
2.       Apa saja kearifan lokal yang ada di daerah Mojokerto ?
3.       Bagaimana pula fungsi dan makna kearifan lokal yang ada di daerah Mojokerto ?

 C.       Tujuan
1.    Menjelaskan denfinisi dan ciri – ciri dari kearifan lokal
2.    Menyebutkan beberapa jenis kearifan lokal yang ada di Mojokerto tepatnya kecamatan Gondang, desa Wonoploso
3.  Mengetahui fungsi serta makna yang terkandung dalam kearifan lokal yang ada di desa Wonoploso 

BAB II
ISI

              Budaya Jawa mempunyai peranan penting dalam budaya Indonesia, termasuk bahasanya. Bahasa Jawa menjadi salah satu pendukung atau pemerkaya bahasa Indonesia. Tidak sedikit kosakata bahasa Jawa menjadi warga bahasa Indonesia. Untuk itu, tidak berlebihan jika bangunan bahasa Indonesia ditopang oleh bahasa Jawa. Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

            Menurut Gobyah nilai terpentingnya adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.

            Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.

            Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.

Ciri – ciri dari kearifan lokal yaitu
1.      Mampu bertahan terhadap budaya luar,
2.      Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya luar,
3.      Memiliki kemampuan mengendalikan,
4.      Mempunyai kemampuan mengintegrasi unsure budaya luar ke dalam budaya asli,
5.      Mampu member arah pada perkembangan budaya.
              I Ketut Gobyah dalam “ Berpijak pada Kearifan lokal” mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nlai – nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografi dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus- menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
              S. Swarsi Geriya “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” mengatakan bahwa secara konseptual kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika. Cara-cara yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.
                   Kearifan lokal yang ada di Wonoploso serta makna dan fungsinya.
·       Upacara Tingkeban/ Mitoni (Nujuh Bulanan)

Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat di Wonoploso, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh, upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali.Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan di sertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
Tata Cara pelaksanaan Upacara Tingkeban :
            Siraman yang di lakukan oleh para sesepuh sebanyak 7 orang termasuk ayah dan ibu wanita hamil serta suami dari calon ibu. Siraman ini bermakna memohon doa restu agar proses persalinan lancar dan anak yang akan dilahirkan selamat dan sehat jasmani dan rohani.
            Setelah siraman selesai, dilanjutkan dengan upacara memasukan telur ayam dan cengkir gading. Calon ayah memasukan telur ayam mentah ke dalam sarung/kain yang di kenakan oleh calon ibu melalui perut sampai pecah kemudian menyusul kedua cengkir gading di teroboskan dari atas ke dalam kain yang di pakai calon ibu sambil di terima di bawah oleh calon nenek dan kelapa gading tersebut di gendong oleh calon nenek dan di letak kan sementara di kamar. Hal ini merupakan symbol harapan semoga bayi akan lahir dengan mudah tanpa ada halangan.


Upacara Mecah Kelapa

Kelapa gading yang tadi di bawa ke kamar, kembali di gendong oleh calon nenek untuk di bawa keluar dan di letak kan dalam posisi terbalik (gambar tidak terlihat) untuk di pecah, Kelapa gading nya berjumlah 2 dan masing masing di gambari tokoh Wayang Kamajaya dan Kamaratih. Calon ayah memilih salah satu dari kedua kelapa tersebut.
Apabila calon ayah memilih Kamajaya maka bayi akan lahir Laki laki, sedangkan jika memilih Kamaratih akan lahir perempuan ( hal ini hanya pengharapan saja, belum merupakan suatu kesungguhan)

Dodol Rujak

Pada upacara ini, calon ibu membuat rujak di dampingi oleh calon ayah, para tamu yang hadir membeli nya dengan menggunakan kereweng sebagai mata uang. Makna dari upacara ini agar kelak anak yang di lahirkan mendapat banyak rejeki dan dapat menghidupi keluarganya.
Selain itu ada makna lain yang tersirat dari upacara tingkeban yaitu mempererat tali silahturohmi sesama masyarakat dan juga mentradisikan budaya bangsa yang sudah ada sejak nenek moyang.


·      Tradisi Ruwahan
Di desa Wonoploso juga terdapat tradisi ruwahan berisi kegiatan melaksanakan ritual yang dilakukan pada saat datangnya bulan Ruwah atau bulan Arwah. Bagi masyarakat desa Wonoploso khususnya bulan Arwah mempunyai makna penting sebagai momentum bagi semua yang masih hidup untuk mengingat jasa dan budi baik para leluhur, tidak hanya terbatas pada orang-orang yang telah menurunkan kita, namun juga termasuk orang-orang terdekat, para pahlawan, para perintis bangsa yang telah mendahului kita pindah ke dalam dimensi kehidupan yang sesungguhnya. Bulan Arwah juga merupakan saat di mana kita harus “sesirih” atau bersih-bersih diri meliputi bersih lahir dan bersih batin. Membersihkan hati dan pikiran sebagai bentuk pembersihan dimensi jagad kecil (mikrokosmos) yakni diri pribadi kita meliputi unsur wadag dan alus, raga dan jiwa.
Tidak  hanya sebatas pembersihan level mikrokosmos, selebihnya adalah bersih-bersih lingkungan alam di sekitar tempat tinggal kita, membersihkan desa, kampung, kuburan,  sungai, halaman dan pekarangan di sekeliling rumah, tak lupa membersihkan semua yang membuat kotor dan jorok dalam rumah tinggal kita. Bagi petani tak luput pula bersih-bersih sawah dan ladang. Semua itu sebagai bentuk pembersihan dimensi jagad besar (makrokosmos).
Selain makna tersebut, ritual ruwahan merupakan wujud bakti dan rasa penghormatan kita sebagai generasi penerus kepada para pendahulu yang kini telah disebut sebagai leluhur. Pelaksanaan ritual ruwahan bukan tanpa konsep dan prinsip yang jelas. Ruwahan didasari oleh kesadaran spiritual masyarakat kita secara turun-temurun, di mana kita hidup saat ini telah berhutang jasa, berhutang budi baik kepada alam dan para leluhur pendahulu yang telah mendahului kita. Tak ada cara yang lebih tepat selain harus berbakti, setia dan berbakti kepada para leluhurnya yang telah mewariskan ilmu dan harta benda, termasuk bumi pertiwi, yang dapat dimanfaatkan oleh anak turunnya hingga saat ini.  Ritual tradisi Ruwahan sebagai bukti kesetiaan dan sikap berbakti kepada lingkungan alam yang telah memberikan berkah berupa rejeki, tempat berlindung, hasil bumi, oksigen dan sebagainya. Karenanya hanya dengan kesetiaan serta berbakti, kita menjadi generasi penerus yang tidak mengkhianati leluhur, bangsa dan bumi pertiwinya. Berkhianat kepada para leluhurnya sendiri, maupun kepada bumi pertiwi di mana tempat kita menyandarkan hidup sudah pasti akan menyebabkan suatu akibat buruk. Pengkhianatan (ketidaksetiaan) dan kedurhakaan (tidak berbakti)  yang dilakukan generasi penerus, akan menimbulkan kesengsaraan pada diri pribadinya (mikrokosmos) dan sangat memungkinkan tertransformasi ke dimensi makrokosmos lingkungan alamnya. Sebaliknya, kesetiaan pada bumi pertiwi  yakni bumi di mana nyawa kita berpijak, kita hirup udara, kita mencari makan, dan berbakti kepada para leluhur yang menurunkan kita, merupakan satu rangkaian berupa kunci meraih kesuksesan hidup secara hakiki. Ketenangan, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan lahir dan batin akan berlimpah menghampiri kita setiap saat.

Makna Ritual dan Sajian
Hantaran tradisi Ruwahan berisi tiga sajian makanan yakni ketan, kolak, dan apem yang ketiganya mempunyai makna masing-masing:
  • ketan, makanan ini merupakan simbol eratnya tali silaturahmi, karena sifat dan bentuk ketan yang lengket.
  • kolak, makanan yang diolah dengan menggunakan santan yang manis, melambangkan hubungan kekeluargaan yang selalu harmonis dan  bahagia, serta mengajak persaudaraan bisa lebih ‘dewasa’ dan barokah penuh kemanisan.
  • apem, makanan yang mempunyai arti kesediaan untuk saling memaafkan. Kata apem berasal dari bahasa arab “afwan” yang bermakna maaf.
Doa dan makan bersama (kenduri) dalam ritus nisfu sya’ban atau pada setiap malam hari selama seminggu sebelum ramadhan, merupakan bentuk dari pengejawantahan dari kebersamaan, sikap kekeluargaan, dan cara untuk memakmurkan masjid, serta meningkatkan kualitas sujud syukurnya pada Allah.
Tabur bunga merupakan bentuk dari  cara masyarakat untuk selalu mengenang semua yang indah dan yang baik dari  mereka yang telah mendahului. Selain itu ada kepercayaan masyarakat bahwa dengan adanya bunga di atas makam turut membantu aroma wangi pada arwah di alam kubur dan malaikat tidak sungkan mendekat. Bunga yang sering digunakan untuk nyekar adalah bunga kanthildan telasih. Bunga kanthil bermakna mengikat rasa selalu terhubung dengan para leluhur. Diharapkan dapat mencontoh perilaku baik para leluhur semasa hidupnya. Bunga kanthil berarti tansah kumanthil. Yang kumanthil adalah hatinya. Sukur-sukur berkahnya (safa’atnya) dapat “kanthil” (mengikuti) sumrambah mengalir ke dalam jiwa raga si peziarah. Bunga Telasih bermakna welas asih, dengan harapan dapat kawelasan atau belas kasih dari Gusti Hyang Manon. Belas kasih pula dari para leluhur yang akan njangkung dan njampangi setiap langkah kita agar tidak salah langkah menjalani proses kehidupan yang sangat pelik ini.
Ziarah ke makam merupakan bentuk interpretasi dari praktik hadis yang menyatakan baha salah satu amal yang masih diterima dari orang yang sudahmeninggal adalah anak sholeh dan sholehah yang selalu mendoakan. Selain itu, ziarah juga memberikan tanda bahwa kita harus tetap mengingat leluhur kita dan saudara-saudara kita serta mengingatkan kita akan adanya kematian. Sehingga kita terangsang untuk berbuat baik.
  1. Tradisi bersih kampong/desa memberikan gambaran tentang kebersamaan dan kegotong-royongan.mengingatkan kita untuk selalu saling tolong-menolong antarsesama. Selain itu bersih desa juga mengisyaratkan kepada kita tentang pentingnya lingkungan tempat di mana kita tinggal, sehingga membangun jiwa kita untuk melestarikannya.
Pembacaan tahlil dan yasin merupakan tanda yang menunjukkan ciri agama islam, sedangkan bentuk slametan merupakan adaptasi dari adapt istiadat sekitar yang sudah ada sebelum agama islam masuk. Slametan sendiri merupakan bentuk adaptasi dari sesaji yang dilakukan oleh para wali untuk menyebarkan agama islam di tanah jawa agar mudah diterima oleh masyarakat yang pada saa titu masih beragama Hindu dan Budha bahkan kepercayaan Animisme-Dinamisme.





·         RUWATAN MURWAKALA

Makna Ruwatan
               Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional  dengan tujuan utama mendapatkan keselamatan  supaya orang terbebas dari segala macam kesialan hidup, nasib jelek dan selanjutnya agar dapat mencapai kehidupan yang ayom ayem tentrem (aman, bahagia, damai di hati).  Lebih konkritnya ruwatan sebagai suatu upaya membersihkan diri dari sengkala dan sukerta (dosa dan sial) yang diakibatkan dari perbuatannya sendiri, hasil perbuatan jahat orang lain maupun, Ruwatan yang paling terkenal sejak zaman kuno diselenggarakan oleh nenek moyang adalah ruwatan murwakala. Dalam ruwatan ini dipergelarkan wayang kulit dengan cerita Murwakala di mana orang-orang yang termasuk kategori sengkolo-sukerto diruwat atau disucikan supaya terbebas dari hukuman Betara Kala, gambaran raksasa menakutkan yang suka memangsa para sukerta.

Tradisi Ruwat
Ritual pangruwatan dalam masyarakat di Wonoploso yang paling sering dan mudah  dilakukan biasanya adalah pemagaran gaib yang dilakukan dengan menyediakan berbagai jenis sesaji dan melakukan ritual khusus. Cara di atas bisa dilakukan apabila sengkolo-sukerto yang ada masih termasuk jenis yang ringan dan mudah dibersihkan. Sementara itu untuk sengkolo-sukerto kelas berat pelaksanaan yang umum dilakukan dalam masyarakat Jawa adalah dengan menggelar pentas wayang kulit yang melakonkan tentang ruwatan itu sendiri. Sang dalang dalam menampilkan pagelarannya menyajikan salah satu dari beberapa jenis lakon. Misalnya lakon murwakala. Ruwatan dengan pagelaran wayang dilakukan sebagai suatu bentuk mendapatkan dispensasi atau keringanan hukuman. Dalam tradisi hukum positif (formal) sepadan dengan membayar denda kepada negara atau memohon grasi kepada Presiden. Dalam hal ruwatan, Bethara Kala posisinya sebagai Presiden dari bangsa lelembut. Negosiasi tertuju pada Bethara Kala sebagai salah satu eksekutor hukum alam.
Ruwatan yang paling sering dilakukan oleh masyarakat Wonoploso adalah ruwatan pada diri sendiri yang memiliki fungsi sebagai upaya membersihkan diri dari sengkala dan sukerta (dosa dan sial agar mendapatkan kebersihan jiwa.
Ruwatan untuk diri sendiri dapat dilaksanakan dengan pakem sederhana maupun dengan pakem standar yakni dengan pagelaran wayang kulit dengan lakon dan uborampe khusus ruwatan. Semua itu merupakan pilihan bagi siapa yang akan melaksanakan. Jika ruwatan dilakukan oleh orang yang memang memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, biasanya ruwat murwakala dilakukan dengan mengadakan pagelaran wayang kulit. Pagelaran wayang kulit ini berbeda dengan pagelaran yang pada umumnya dilakukan. Pagelaran wayang kulit dilaksanakan pada siang hari dan dilakukan oleh dalang yang benar-benar mampu (bukan sekedar bisa) meruwat.
Dari beberapa tradisi di atas tersirat bahwa tradisi – tradisi tersebut banyak memiliki fungsi dan manfaat bagi masyarakat diantaranya masyarakat dapat membangun kebersamaan dengan meningkatkan gotong – royong dalam melaksanakan kearifan lokal, mempererat tali silahturohmi antar sesama masyarakat bahkan yang lebih baik unsur kekeluargaan tidak akan pernah hilang.
Sebagian besar dari masyarakat telah mempercayai, bila tradisi ( kearifan local) tidak dilakukan dengan benar sampai – sampai tidak dilaksanakan akan terjadi suatu bencana besar, suatu misal bencana alam akan melanda kampong mereka, wabah penyakit menyerang warga, bahkan ketidaktentraman dalam diri masing – masing masyarakat.

 
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai kearifan local yang ada pada desa Wonoploso yang tidak lain adalah pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan materi makalah.
Penulis banyak berharap pada pembaca yang budiman guna memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah – makalah lain di kesempatan yang berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga pembaca yang budiman pada umumnya.
Sekian penutup dari kami semoga berkenan di hati, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.



Mojokerto, 30 Desember 2013

Wisnu Prasetyo Bekti  



DAFTAR RUJUKAN

http://interesthin.blogspot.com/2013/01/apa-itu-kearifan-lokal.html
http://naninorhandayani.blogspot.com/2011/05/pengertian-kearifan-lokal.html

0 comments:

Total Pageviews

anti block

G.ads